Jumat, Mei 23, 2008

Kembangkan Objek Wisata Tersembunyi




JEPARA- Objek-objek wisata yang tersembunyi selayaknya juga harus dikembangkan. Hal itu untuk memberikan lebih banyak referensi masyarakat pengunjung yang meminati dunia pariwisata di Bumi Kartini. Pengembangan objek wisata saat ini dinilai masih terkonsentrasi ke lokasi-lokasi mapan, seperti Pantai Kartini dan Bandengan. Padahal banyak sekali potensi yang belum tersentuh.
Demikian disampaikan pegiat Pusat Informasi Pariwisata (JIC) Jepara, Samsul Arifin, Jumat (23/5). ''Kalau potensi objek wisata yang tersembunyi ini dikembangkan, bisa memberikan banyak pilihan bagi calon pengunjung,'' katanya.

Potensi Dikembangkan
Objek-objek tersembunyi itu selain bisa dilihat di daratan Jepara, juga pantai di Karimunjawa. Desa-desa di lereng Gunung Muria potensial untuk dikembangkan. Desa Tempuir dan Damarwulan adalah dua di antaranya. Dua desa itu juga memiliki kekhasan minuman, berupa kopi yang diproduksi masyarakat setempat. Kopi dari dua desa ini memiliki kekhasan rasa, dan sedikit banyak bisa menjadi pelengkap kuliner dua desa yang dilalui Kali Gelis dengan segala panorama perbukitan dan keteduhan udara.
Di titik pantai, sebenarnya Pantai Bondo, Kecamatan Bangsri, juga tidak terlalu kalah menarik dengan Pantai Bandengan. Sama-sama berpasir putih, pantai ini telah lama dikunjungi masyarakat setempat. ''Jika dikembangkan lebih bagus, Pantai Bondo juga akan menjadi pilihan lain objek wisata pantai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di sebelah utara,'' jelas dia yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi NU (Stienu) Jepara itu.
Dia juga menyoroti tentang Karimunjawa, kawasan wisata yang terkenal, namun belum banyak warga Jepara yang bisa sampai di sana. Jika sarana transportasi antarpulau di Karimunjawa menjadi kendala pengunjung untuk mengarunginya, maka perlu juga dibikin miniatur Karimunjawa di salah satu titik. Para pelajar atau elemen masyarakat lain yang ke Karimunjawa dan memiliki waktu luang singkat, cukup mengunjungi miniatur itu. ''Ini potensi yang belum dikembangkan dan akan sangat membantu,'' lanjutnya.
Pihaknya kini telah mengembangkan informasi tentang pariwisata, dengan mendirikan Radio Wisata Jepara di 88,8 FM. Sudah sebulan ini radio yang banyak memberikan porsi siaran tentang pariwisata Jepara itu mengudara, dengan konsep siaran 50 persen berbahasa Inggris, 30 persen Bahasa Indonesia, dan 20 persen berbahasa Jawa khas Jepara.(H15-79)

Kepsen foto:
Samsul Arifin, dosen STIENU Jepara

Sumber info: Suara Merdeka, Sabtu, 24 Mei 2008

Kamis, Mei 22, 2008

Jati Unggul Dikembangkan di Jepara



5 Tahun Diameter Capai 20 Cm

JEPARA- Bibit jati unggul akan dikembangkan di lahan produktif di Jepara. Bibit jati itu bisa dipanen dalam jangka lima tahun, atau jauh lebih cepat dari jati biasa. Jika itu bisa ditanam oleh masyarakat dan bekerja sama dengan pengusaha, maka dalam jangka tertentu bisa membantu kebutuhan daerah untuk industri olahan kayu.
Kesepahaman untuk menanam bibit jati kualitas unggul itu telah dilakukan di Jakarta, antara DPP Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia (Asmindo) di satu pihak dengan unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH KPWN) dan Jati Unggul Nusantara di Jakarta baru-baru ini.
Di sela-sela kegiatan Musyawarah Daerah (Musda) Asmindo Komisariat Daerah Jepara di Jepara Trade and Tourism Center (JTTC), Rabu (21/5), jati unggul itu diperkenalkan. Dua bibit diserahkan oleh Sulaiman Sumanegara dari KPWN kepada Asisten II Setda Sutedjo S Sumarto dan Ketua Asmindo Jepara Akhmad Fauzi.
''Kesepahaman dengan Asmindo pusat dan KPWN sudah dilakukan kemarin di Jakarta. Kami tinggal akan meneruskan di Jepara. Soal teknis kerjasama di daerah, masih dibicarakan,'' kata Akhmad Fauzi.
Pihaknya menyambut baik jika kerjasama ini bisa berjalan sesuai harapan. Bibit itu bisa ditanam di lahan-lahan produktif milik masyarakat. Isu bahan baku kayu mengemuka dalam musda bertema, Let's Start with Green Wood itu.
''Industri kayu ini kan pengguna kayu. Upaya penanaman jati unggul ini kami harapkan bisa terwujud,'' imbuhnya.

Tiga Kandidat
Dalam musda yang berakhir Rabu malam, Fauzi untuk kali kedua terpilih sebagai ketua. Dia akan menduduki posisi itu untuk periode 2008-2013. Dalam tahap pemilihan muncul tiga kandidat. Selain Fauzi, ada Sahli Rais dan Taufiqurrahman. Namun akhirnya Sahli mundur dan Taufiqurrahman, dianggap kurang memenuhi persyaratan. Akhirnya Fauzi terpilih secara aklamasi.
Terkait bibit jati unggul itu, Sulaiman Nusanegara mengemukakan, pada 2007 berhasil ditanam 57.000 pohon jati unggul di Magetan dengan melibatkan 385 petani di 19 desa. Di kabupaten itu ditarget pada 2011 tertanam 2 juta pohon jati unggulan. Dirut Usaha Bagi Hasil (UBH) KPWN Hariyono Soeroso menjelaskan, KPWN didirikan pada 1989 dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai di Departemen Kehutanan. Dalam perkembangannya meneliti 600 pohon jati terbaik dengan pohon tegak lurus di Jawa dan Sulawesi.
Dari jumlah itu, akhirnya diseleksi menjadi 100 pohon yang terbaik. hasil seleksi itu dikembangkan dengan sistem kultur jaringan, dan akhirnya terambil 69 koloni. Dari koloni itu dikembangkan menjadi 28.000 bibit yang ditanam di Tegal. Jumlah itu kemudian disaring lagi yang terbaik tinggal 240 pohon. Jumlah ini kemudian diambil pucuknya dan dalam sentuhan akarnya dibikin tunggang ke bawah. Satu pohon rata-rata memiliki enam akar tunggang ke bawah, sehingga dinilai lebih ''rakus'' terhadap sari-sari tanah dan bisa berdiri kokoh lurus dan dikenal dengan Jati Unggul Nusantara (JUN). Di Perhutani disebut dengan Jati Plus Perhutani. Dalam masa lima tahun bisa berdiameter 20 cm dan siap panen.(H15-79)

Kepsen foto:
BIBIT UNGGUL: Asisten II Setda Sutedji S Sumarto dan Ketua Asmindo Jepara Akhmad Fauzi (kiri) saat menerima bibit jati unggul di Gedung JTTC Jepara, Rabu (21/5).(79)
SM/Muhammadun Sanomae

Sumber info: Suara Merdeka, Jumat, 23 Mei 2008

Kini Muncul Selapanan Abdi Seni Jepara




JEPARA- Artis dan presenter Happy Salma, Bupati Hendro Martojo, anggota FPP DPR RI Arief Mudatsir Mandan, serta peraih Piala Citra 1985 lewat film Doea Tanda Mata hadir dalam Selapanan Abdi Seni Jepara di depan pendapa kabupaten, Minggu (18/5) malam.
Andi Seni Jepara adalah kelompok baru para budayawan dan seniman, di tengah pemunculan beberapa kelompok dalam jangka sewindu terakhir.
Kelompok baru ini berupaya hadir di tengah-tengah masyarakat dan mencoba mewadahi kepentingan para seniman dan budayawan di Kota Ukir. Di Jepara sebelumnya muncul Sanggar Kalinyamat (SKT), lalu di bidang perfilman ada Jepara Joglo Film, kelompok Studi Sastra Jepara dan baru-baru ini muncul Jepara Art Sickness, kelompok seniman yang merasa ''terluka''.
Koordinator Abdi Seni Jepara, Ali Hafidz, mengatakan, kelompoknya akan menjalin kemitraan dengan kelompok-kelompok lain untuk menumbuhkembangkan seni dan budaya secara bersama-sama. Tak hanya di Jepara, Abdi Seni juga rencananya akan menjalin kemitraan dengan pelaku seni budaya di Demak dan Kudus.
''Setiap selapan (35 hari), melalui AMM Production kami akan menyelenggarakan pergelaran seni dan budaya di Jepara dengan melibatkan para seniman dan budayawan lokal,'' imbuh Hafidz.
Saat peluncuran kelompok baru itu, Hendro Martojo yang juga hobi membuat puisi, membacakan dua judul puisi karangannya. Lalu disusul politisi kelahiran Jepara, Arief Mudatsir Mandan.
Arief membacakan puisi yang terinspirasi sewaktu perjalanan di Kairo, Mesir beberapa waktu lalu, juga puisi yang pernah dibacakannya sewaktu masih duduk di bangku SMA. ''Malam ini mengingatkan saya pada 30 tahun lalu. Saat itu saya menjadi ketua keluarga mahasiswa Jepara-Yogja (KMJY) dan juga mengadakan pagelaran puisi,'' kenangnya.
Sudarto, politisi muda yang juga asli Jepara dan hadir dalam acara itu mengungkapkan, membangun bangsa yang besar ini tidak bisa meninggalkan peran budayawan atau seniman. ''Bangsa ini juga dibangun dari budaya masyarakat yang kuat.''
Pengunjung yang hadir malam itu larut dalam suasana malam yang akrab saat artis cantik Happy Salma membacakan cerpen karya budayawan terkenal, Mustofa Bisri (Gus Mus). Dia membacakan satu judul cerpen yang mengisahkan pengorbanan seorang perempuan muda di dalam rumah tangga yang berantakan.
Beberapa grup seniman muda Jepara juga turut memeriahkan suasana malam itu. Empu Palman dari Desa Krasak, Pecangaan dengan alat musik bambu dan menampilkan lagu-lagu khas Jawa. Grup Radang Hati oleh para seniman jalanan menyuguhkan lagu-lagu kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai masih belum bisa menyejahterakan rakyat. Tampil pula kelompok Rebana Jamuro dengan keteduhan alunan shalawat nabi. (H15-76)


Kepsen foto:
BACA CERPEN: Artis dan presenter Happy Salma membaca cerpen di halaman Pendapa Kabupaten Jepara saat peluncuran Selapanan Abdi Seni Jepara, Minggu malam lalu.(76)
SM/Muhammadun Sanomae

Sumber info: Suara Merdeka, Jumat, 23 mei 2008

Jumat, Mei 09, 2008

Bakrie dan Salim Group Lirik Karimun Jawa

JEPARA - Dua investor besar, Bakrie Group dan Salim Group, menurut rencana Sabtu (10/5) ini menyurvei calon lokasi investasi pada beberapa titik di Karimunjawa.
Pemkab dan Pemprov akan memberikan jalan investasi itu. Pada saat yang sama, Gubernur Ali Mufiz akan membuka Lomba Mancing di Karimunjawa untuk memperebutkan Bupati Jepara Cup V yang diselenggarakan Suara Merdeka bekerja sama dengan Pemkab Jepara. Lomba itu akan berakhir Minggu besok.
Camat Karimunjawa Suharna, Jumat (9/5), mengemukakan, seluruh kegiatan tersebut telah dipersiapkan Pemerintah Kecamatan. Jika sebelumnya yang mengemuka penjajakan investasi hanya dilakukan Bakrie Group, tegas Suharna, agaknya Salim Group juga turut serta dalam pembicaraan hari ini.
''Kami siap menyambut kedatangan para investor. Informasi yang kami peroleh, yang akan datang komisaris dua calon investor itu,'' ucap Suharna di sela-sela kunjungannya di Bandara Dewadaru Desa Kemujan, pagi kemarin.
Bandara itu satu dari sekian titik yang akan disurvei. Investor disebut meminati untuk mengembangkan bandara itu, bekerja sama dengan pemerintah.

Kebutuhan Penting
Pengembangan infrastruktur ini dinilai sebagai kebutuhan penting untuk membuka pintu Karimunjawa lebih luas, terutama untuk menjaring wisatawan mancanegara.
Jika dikembangkan, diharapkan bandara tersebut dapat melayani penerbangan reguler yang memadai.
Sesuai dengan jadwal kunjungan investor itu, Suharna menyebutkan, setelah dari bandara rombongan akan datang ke Pulau Menjangan Besar. Di pulau ini disebut-sebut akan dikembangkan lapangan golf.
Setelah itu, rombongan melihat budi daya karamba ikan kerapu bebek di sekitar lokasi itu. Masyarakat memang mengembangkan ikan jenis ini yang harganya tinggi, Rp 350.000/kg.
Dari karamba, rombongan menyaksikan panen raya budi daya mutiara. Sebelum ke pusat kecamatan, mereka terlebih dulu ke Pulau Menjangan Kecil untuk pelepasan penyu.
Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa Mangaraja Gunung Nababan mengemukakan, sejak penangkaran penyu dilakukan 2003 hingga kini telah ditetaskan 10.423 telur. Setelah dirawat dan cukup umur, penyu-penyu itu dilepas ke pantai.
Bupati Hendro Martojo menuturkan, rencana kedatangan investor itu sebelumnya dijadwalkan pada 24 April lalu. Namun, ketika itu bersamaan dengan agenda laporan pertanggungjawaban gubernur dalam rapat paripurna DPRD.
Pemkab mengharapkan pembicaraan investasi ini menghasilkan keputusan positif. Sebelumnya, pada 2007 dan awal 2008 terdapat investasi baru senilai 4,5 juta dolar AS, dengan perincian oleh pengusaha dari Italia 2 juta dolar AS di Pulau Menyawakan serta 2,5 juta dolar AS oleh pengusaha dari Inggris di Pulau Bengkoang.
Perizinan untuk investasi di Pulau Bengkoang tuntas pada 2007 sedangkan di Menyawakan merupakan lanjutan dari pengembangan Kura-kura Resor oleh investor Swedia. (H15-69)

Sumber info: Suara Merdeka, Sabtu, 10 Mei 2008

Selasa, Mei 06, 2008

Kemandekan Ekonomi Keluarga Pesisir





PAGI itu Musipah mondar-mandir mencari tumpangan untuk bisa sampai ke salah satu kerabat di ujung desa, sekitar 800 meter dari rumah bambunya di Desa Kedungmalang, Kecamatan Kedung, Jepara.
Wanita berusia 49 tahun itu membawa dua putrinya, Hera dan Satin. Hera belum bersekolah sedangkan Satin kelas II SD.
''Anak saya lapar, mau makan ke rumah saudara,'' tutur Musipah.
Tidak biasanya Miah melakukan itu. Namun, pagi itu dia memang telah kehabisan beras di rumah. Setelah subuh, sebenarnya Hera dan Satin telah dibelikan sarapan ibunya, dua bungkus nasi. Satu bungkus Rp 500.
Mungkin kurang kenyang karena satu bungkus hanya berisi setengah centong nasi dengan lauk tiga iris tahu berukuran kecil dan kuah seadanya.
Sudah hampir setengah tahun Musipah tak lagi bisa menghasilkan uang. Biasanya dia menjadi buruh panggul garam di tambak. Tiap memanggul satu tombong garam dengan isi 35 kg ke gudang di pinggir jalan, dia mendapatkan imbalan Rp 500.
Pekerjaan itu kini terhenti karena tambak garam belum berproduksi menyusul air laut yang pasang sepanjang hari dan menenggelamkan ratusan hektare areal tambak.
Suaminya, Miskan, hanya buruh nelayan. Tak memiliki perahu sendiri dan tidak selalu bisa berangkat karena menunggu panggilan juragan. Biasa, kendala nelayan kebanyakan, seperti dia adalah sulitnya mendapatkan bahan bakar.
Harga yang terus naik tak diimbangi dengan hasil tangkapan ikan yang memuaskan. Miskan mendirikan bagang, alat tangkap ikan di Kali Serang dekat rumahnya. Jika menggunakan lampu petromaks berbahan bakar minyak, untuk penerangan dia butuh setidaknya Rp 10.000.
Daripada bengkak biaya, dia memilih menggunakan listrik 15 watt yang menurutnya lebih efisien. Maklum, tak banyak hasilnya.
''Tidak tidur semalam paling dapat Rp 15.000,'' tutur Miskan.
Jelas susah memutar uang sebesar itu untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Pasangan itu memiliki anak lima. Dua di antaranya bersekolah di SD.
Hanya untuk beli beras, dia butuh paling tidak 1,5 kg sehari. Sisanya untuk bekal sekolah anak-anaknya. Kalau pendapatannya tidak ingin berkurang, dia harus rela tidak mengambil ikan hasil tangkapan.
Pilihannya hanya lauk sambal esek dan kadang tempe gembus. Sambal esek dibikin dari cabai mentah dan terasi lalu dilembutkan dengan garam.
''Nek sega dipangan anget-anget, sambel isa ngentekke sega akeh (kalau disantap dalam kondisi nasi hangat, makan pakai sambal itu bisa menghabiskan nasi banyak),'' tuturnya.

17 Tahun
Begitulah keluarga Miskan bertahan bertahun-tahun. Sudah 17 tahun dia belum menggati dinding bambu rumahnya yang sempit. Karena sempit, mau memelihara ternak pun tak ada tempatnya. Untuk ayam sekalipun.
Tiga tahun lalu dia mendapatkan pinjaman dari desa Rp 250.000. Sampai sekarang cicilannya juga belum lunas. Pinjaman dari rentenir pun terpaksa menjadi andalan. Jika dipinjami Rp 100.000, dia hanrus membayar Rp 5.000/hari selama 25 hari.
''Sedianya untuk kulakan ikan tapi di tengah jalan sudah habis untuk beli beras,'' lanjut Miskan.
Miskan berkisah, tidak ada bayangan pekerjaan lain sementara ini dan merasakan ekonominya benar-benar mandek.
Dullah (50) yang rumahnya di ujung Kali Serang, bahkan memiliki anak enam anak dan lima di antaranya sekolah. Sebagai nelayan kecil, nasibnya tak jauh beda dari Miskan.
''Anak saya sering tidak bersekolah. Anak saya mau sekolah kalau ada uang saku. Kalau saya tidak melaut, mana punya uang. Buat makan saja susah,'' tuturnya.
Sudah lima hari ini dia tak berangkat kerja karena prediksinya tidak akan mendapatkan untung lantaran habis untuk membeli perbekalan melaut.
Miah (47), istrinya tidak bekerja. Dalam tradisi di kampungnya, tetangga yang memiliki uang lebih meminjami keluarga yang kehabisan. Membayarnya ketika mendapatkan ikan saat melaut.
''Kalau tidak utang-piutang, sekarang tidak bisa makan,'' tuturnya.
Dua keluarga itu, hanya potret sebagian. Masih banyak tetangga keduanya dan kebanyakan kaum nelayan yang bernasib serupa.
Rencana kenaikan kembali bahan bakar minyak, sepertinya akan membuat beban hidup mereka makin berat. Uang pecahan ratusan rupiah, di mata mereka sedemikian berharga. (Muhammadun Sanomae-69)

Kepsen foto:

KAMPUNG NELAYAN: Seorang ibu yang tinggal di kampung nelayan Desa Kedungmalang Kecamatan Kedung, Jepara mendorong anaknya di dekat muara Kali Serang, Selasa (6/5). (69) SM/Muhammadun Sanomae

Sumber info: Suara Merdeka, Rabu, 7 Mei 2008

Senin, Mei 05, 2008

Karang di Pulau Panjang Terancam Rusak



CUACA yang cukup panas, tidak menyurutkan para pelancong dari berbagai daerah untuk mengunjungi keindahan pasir putih nan elok di obyek wisata Pulau Panjang, Minggu (4/5). Pulau ini terletak hanya 15 menit dari Pantai Kartini dan Pantai Bandengan. Dengan membayar Rp 10.000 menaiki perahu Sapta Pesona atau Wisata Bahari para pengunjung bisa puas dengan mandi laut di Pulau Panjang.
Pulau Panjang sendiri hanyalah sebuah pulau kecil dengan luas sekitar 7 hektare, didalamnya hanya dipenuhi oleh pohon-pohon liar. Namun, beberapa waktu terakhir ini, keindahan pulau ini mulai terusik dengan tangan-tangan jahil yang tidak bertanggungjawab. Karang-karang yang indah dengan balutan air laut nan bersih terancam tinggal kenangan.
Di saat malam tiba, nelayan-nelayan dari luar perairan Jepara menjarah dan merusak karang-karang di Pulau Panjang. Padahal pengambilan karang-karang ini jelas-jelas dilarang dan tidak diperkenankan, karena bisa merusak biota laut dan keindahan alamnya. Karang-karang ini diambil dari nelayan daerah Demak, jika ada perahu nelayan yang mendekat, kelompok penjarah ini tidak segan-segan untuk mengancam. Seperti kejadian beberapa waktu lalu, saat seorang nelayan Jepara, Suprat (47) melaporkan kejadian pencongkelan karang kepada Polair yang sedang piket. Tidak membutuhkan waktu lama, petugas polisi langsung menyisir daerah Pulau Panjang. Namun usaha polisi sia-sia, para penjarah ini sudah keburu kabur meninggalkan Pulau Panjang dan belum sempat mengambil karang.
Menurut Suprat, saat dirinya sedang memancing pada malam hari, ada segerombolan orang dari daerah luar Jepara mengambil karang menggunakan linggis. Kejadian itu langsung dilaporkan oleh polisi. "Biasanya para pelaku bekerja berkelompok mengambil karang malam hari, menunggu kelengahan petugas. Kalau nelayan daerah sini tahu, para pencuri karang ini menghardik kami," ungkap Suprat nelayan dari Demaan, Kecamatan Jepara.
Kerusakan karang di obyek wisata ini banyak dikeluhkan oleh para wisatawan yang mampir ke Pulau Panjang. Mereka tidak mengira jika karang-karangnya mulai rusak oleh tangan manusia.
"Sebenarnya kasihan, karang yang indah ini harus rusak oleh tangan manusia. Seharusnya Pemkab Jepara melindunginya dari tindakan tidak bertanggungjawab," tegas Sutrisno (43) pengunjung dari Demak yang kebetulan usai melihat pemandangan dari Pulau Panjang bersama dengan keluarganya.
Beberapa waktu lalu Kapolres Jepara AKBP Edy Suryanto melalui Kasat Polair IPTU Ngadiyo mengatakan, pihaknya tidak segan-segan menindak tegas para pelaku pengrusakan karang bahkan patroli pun terus dilakukan jajarannya. Tidak hanya ppelaku pengrusakan karang di Pulau Panjang, tetapi segala hal yang menyangkut biota laut akan tetap mendapat tidakan tegas.
"Kami mengimbau kepada masyarakat, jika mengetahui kejadian perusakan biota laut, mohon untuk tidak segan melaporkan kepada kami," tegas Ngadiyo.
Selain karang yang rusak, Pulau Panjang juga terkesan kotor. Banyak sampah berceceran dan berserakan dimana-mana. Minimnya fasilitas tempat sampah juga menjadikan para pengunjung membuang seenaknya.
"Sampah-sampah itu buangan dari laut. Setelah dibersihkan pasti kembali lagi ke pulau ini. Namun pihak kami tetap melakukan kebersihan di area ini," ucap Arifin petugas karcis di Pulau Panjang. (Budi Cahyono)


kepsen foto:

PAPAN IMBAUAN: Sebuah papan imbauan untuk tidak merusak karang sudah terpampang di obyek wisata Pulau Panjang. Namun tangan-tangan jahil tidak mengindahkannya dan tetap merusaknya. SM/Budi Cahyono

Sumber info: Suara Merdeka, Selasa, 6 Mei 2008