Senin, November 03, 2008

Menyusuri Jejak Kartini di Pantai Bandengan







Naik kano








Mencari kerang







Bermain sekak bola







Bersantai di bawah pohon pandan







Bersantai di bawah pohon pandan









SETIAP saya diajak ayah ke rumah nenek di Jepara, saya selalu minta diantar ke Pantai Bandengan. Inilah pantai yang menurut saya cukup memesona, karena landai, berpasir putih, berair jernih, sehingga sangat bersahabat bagi siapa pun yang ingin bermain dan bersantai.
Kebetulan pantai ini tak begitu jauh dari rumah nenek di pusat Kota Jepara, yakni sekitar 7 km ke arah barat daya. Di pantai inilah, saya bersama kakak dan adik bisa bermain sepuasnya. Melantai menyusuri pantai dengan bertelanjang kaki, di atas pasir dan kerikil-kerikil kecil. Saya suka membantu adik saat ia membuat gunung-gunungan atau rumah-rumahan dari pasir. Jika sudah puas bermain pasir, saya menemai adik main ayunan atau slunturan yang memang disedikan oleh pengelola tempat wisata tersebut, atau duduk-duduk santai di bawah rimbunnya pohon pandan sambil menikmati jagung bakar, atau kerang rebus, dan menyaksikan tingkah polah pengunjung pantai yang sedang mandi di laut, naik perahu, naik becak air, atau berenang dengan menggunakan ban.
Bermain ke tempat ini adalah refreshing setelah hari-hari saya disibukkan dengan tugas-tugas sekolah, di Semarang.
Jumlah pengunjung lumayan banyak, terutama pada hari Minggu atau hari libur, yakni antara 500 - 1.000 pengunjung. Pada hari-hari besar, seperti puncak acara Syawalan, jumlah pengunjung bisa lebih banyak lagi.
Pantai yang diberi nama Pantai Tirta Samudra Bandengan inilah salah satu lokasi wisata pantai di Jepara yang banyak dikunjungi wisatawan, selain Pantai Kartini (sekitar tika kilometer arah Barat Kota Jepara), dan Benteng Portugis di Kecamatan Keling (45 km sebelah utara Kota Jepara), dan Kepulauan Karimunjawa.
Yang membedakan dengan pantai-pantai lainnya, selain hamparan pasir putih dan airnya yang masih jernih adalah rimbunnya pohon pandan berduri (warga setempat memberi nama 'trengseng'') di kawasan pantai Bandengan. Pohon ini, oleh pengelola lokasi wisata ini, memang sengaja dirawat untuk tetap tumbuh, hingga ada yang mencapai ketinggian tiga meter. Ada sekitar 16,5 ha lahan di kompleks lokasi wisata itu, yang sebagian besar dipenuhi dengan pohon pandan tersebut.
Di kawasan inilah, Pramuka sering memanfaatkannya sebagai tempat berkemah. Di sini pulalah, festival layang-layang digelar setiap tahunnya, dan muda-mudi sering memanfaatkan tempat ini untuk berpacaran di balik rimbunnya pohon pandan.
Oleh pengelola lokasi wisata, di lahan seluas itu dibangun jalan beraspal di seputar dan tengah kawasan tersebut, sehingga memberi akses bagi pengunjung untuk menembus dan mengitari kawasan tersebut dengan menggunakan motor ataupun mobilnya.

* * *

BAGI saya, bermain di Pantai Bandengan bagaikan menyusuri jejak RA Kartini, tokoh emansipasi wanita Indonesia, saat masih berusia remaja. Kartini dilahirkan dan dibesarkan di Jepara. Dalam catatan sejarah, pantai tersebut merupakan tempat yang menarik yang menjadi kenangan manis buat putri Bupati Jepara pada masa penjajahan Belanda dulu. Gadis yang lincah dengan pangilan Trinil ini semasa kecilnya sering sekali bermain ke pantai ini bersama bangsawan Hindia Belanda, yaitu Ny Ovink Soer (istri asisten residen) bersama suaminya. Pada saat liburan pertama menjelang kenaikan kelas, Ny Ovink mengajak RA Kartini beserta adik-adiknya, Roekmini dan Kardinah, untuk menikmati keindahan pantai tersebut. Kartini dan kedua adiknya mengikuti Ny Ovink Soer mencari kerang sambil berkejaran menghindari ombak yang menggapai kaki mereka.
Selain sebagai tempat bermain, Pantai Bandengan juga merupakan tempat yang pernah mengukir sejarah perjalanan cita-cita tokoh emansipasi wanita itu. Di pantai itulah, RA Kartini dan Mr Abendanon mengadakan pembicaraan empat mata yang berhubungan dengan permohonannya untuk belajar ke negeri Belanda, meskipun ahirnya secara resmi permohonannya kepada pemerintah Hindia Belanda ditarik kembali dan biaya yang sudah disediakan buat RA Kartini diberikan kepada pemuda berasal dari Sumatra, yaitu Agus Salim (KH Agus Salim).
Ya, Pantai Bandengan dengan airnya yang jernih dan berpasir putih ini memang bisa menggoda siapa saja untuk bermain ke sini. Banyak wisatawan yang datang ke objek ini sengaja untuk mandi di laut. Tak hanya orang tua dan remaja, tapi juga anak-anak. Kondisi pantai yang landai memungkinkan anak-anak tak takut menceburkan diri ke laut. Mereka dibantu orang tuanya, atau menggunakan ban dari tempat persewaan. Ada juga yang menyewa kano, yakni perahu dayung yang terbuat dari fiber glass. Bagi yang menyukai becak air juga ada persewaan. Sementara bagi mereka yang ingin merasakan naik perahu, terdapat 15 perahu wisata yanag siap mengantar mereka berputar-putar di sekitar pantai dengan tarif Rp 5.000, atau Rp 10,000 bagi mereka yang ingin diantarkan sampai ke Pulau Panjang (berjarak sekitar 10 km dari Pantai Bandengan, atau sekitar 30 menit perjalanan dengan perahu).
Penumpang diberi kesempatan turun di Pulau Panjang selama satu jam. Di pulau ini, pengunjung bisa menyaksikan berbagai flora dan fauna yang ada di sana, antara lain burung bangau yang jumlahnya sangat banyak. Di samping itu, di pulau ini terdapat pula mercu suar dan makam Syeikh Abu Bakar yang sering dikunjungi orang.
Biasanya, saat yang paling disukai pengunjung di Pantai Bandengan adalah waktu pagi hari dan di saat sore menjelang senja, di mana akan tampak panorama sunset yang memukau. Di pagi hari saya melihat para remaja pria bermain sepak bola di hamparan pasir putih, sementara pada sore hari terlihat ibu-ibu dan remaja putri bermain voli pantai.
Mereka yang sudah capai beraktivitas, di lokasi ini pula mereka dapat bersantai ria dan duduk-duduk di atas shelter (paseban) sambil menikmati semilir angin pantai serta udara yang masih alami (tanpa polusi).

* * *

PENGUNJUNG pantai ini sebagian besar adalah warga Jepara dan dari daerah-daerah lain sekitarnya, seperti dari Kudus, Pati, Demak, Rembang, dan Semarang. Terkadang juga ada rombongan luar daerah, seperti dari Yogyakarta, dan dari Jawa Timur.
Di pantai ini juga saya sering melihat orang-orang asing. Rupaya mereka memang sengaja berlibur di Pantai Bandengan dengan menginap di Palm Beach Resort dan Sunset Beach Resort, dua tempat penginapan dan restoran yang berada di tepi Pantai Bandengan.
Harga tiket masuk ke lokasi wisata ini cukup terjangkau, yakni Rp 2000 pada hari Senin sampai dengan Jumat, Rp 2500 pada hari Sabtu dan Minggu, dan Rp 5000 manakala ada pertunjukan. Sementara itu, tarif parkir motor Rp 1000, Rp 2.500 untuk mobil, Rp 5.000 untuk bus mini, dan Rp 10.000 untuk bus dan truk.
Pada hari minggu sering diadakan pertunjukan, baik pertunjukan musik ataupun grup kesenian tradional, seperti kuda lumping. Dalam hal ini, Dinas Pariwisata sebagai penaggungjawab pengelola lokasi wisata ini, bekerja sama dengan sebuah event organizer (EO) atau beberapa EO. Event organizer yang sering mendukung acara-acara itu, antara lain Chah Kene, Cram Kreatif, Chah Pros, dan Steril.
Objek wisata ini dapat dijangkau dengan mudah oleh kendaraan umum, sebab sudah tersedia prasarana jalan yang sudah beraspal dan sudah ada angkutan kota yang langsung menuju lokasi objek wisata tersebut. Bagi pengunjung yang datang dari arah Semarang bisa naik bus dari Terminal Terboyo Semarang menuju Terminal Jepara, dengan ongkos Rp 11.000. Dari Terminal Jepara, pengunjung dapat naik angkota ke jurusan Pantai Bandengan dengan biaya Rp 4.000.
Pengunjung tak perlu khawatir kelaparan saat berkunjung di Pantai Bandengan. Di kompleks lokasi wisata tersebut terdapat sekitar 15 warung makan, dengan menu makanan khas, antara lain kerang rebus, rajungan, ikan bakar, serta pindang srani.
Bagi wisatawan dari luar kota ataupun wisatawan asing juga tak perlu khawatir menganai penginapan. Di samping dua resort di tepi pantai tersebut, ada juga beberapa hotel, meski tempatnya di pusat kota, antara lain Hotel Kalingga di Jl Dr Soetomo, Hotel Kencana di Jl Pemuda, Hotel Elim di Jl Dr Soetomo, dan Hotel Segoro di Jl HOS Cokroaminoto.
Dalam memberikan rasa aman bagi pengunjung, pengelola telah membentuk tim keamanan, termasuk tim SAR guna mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan. Tim SAR ini juga melibatkan sebagian besar pemilik perahu wisata. Salah satu hal yang mendapat perhatian bagian keamanan adalah memantau aktivitas pengunjung di laut, baik yang sedang mandi, naik kano mapun yang naik perahu. Bagi yang sedang mandi diingatkan untuk tidak melebihi batas yang telah ditentukan, begitu pula yang sedang naik kano. Di laut dibangun angkruk (semacam gubuk, dibuat dari bambu) yang digunakan oleh anggota tim SAR dalam memantau pengunjung. Mereka mengingatkan pengunjung dengan menggunakan megaphone, manakala ada pengunjung yang mandi melebihi patas yang ditentukan.
Penanggungjawab keamanan Pantai Bandengan, Hadi Purwanto, mengemukakan, setelah dibentuk tim keamanan itu, maka pada 2008 ini keresahan bisa ditekan dan keamanan pengunjung lebih terjamin.
Menurut saya, objek wisata ini masih bisa dikembangkan lagi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pengelola Pantai Bandengan, H Djarwono, sebenarnya pemerintah kabupaten sudah ada keinginan untuk mengembangkan tempat wisata yang mempunyai lahan luas ini. Antara lain akan dibangun lapangan golf, serta tempat penginapan. Namun rencana itu hingga saat ini masih terkendala oleh ketersediaan dana. ''Sudah pernah ditawarkan kepada pihak swasta/investor, namun hingga kini belum ada yang berminat,'' katanya. (Ima Nirmala Yanti, M Ali)

Bermain Rakit sambil Menunggu Ikan Bakar







Naik rakit







Naik rakit







Mandi di laut







Membakar ikan







BANYAK ide-ide kreatif muncul setelah beberapa kali saya bersama keluarga sering berkunjung ke Pantai Bandengan. Kami sering melantai menyusuri Pantai Bandengan dari arah barat ke timur, kemudian belok ke arah utara. Cukup jauh jarak yang kami tempuh, yakni sekitar 700 meter, dengan bertelanjang kaki. Semakin ke utara, memang semakin sepi pengunjung, karena semakin jauh dari lokasi wisata yang dikelola Dinas Pariwisata Kabupaten Jepara itu. Namun justru di sinilah, kami menemukan ide-ide kreatif yang bisa kami lakukan manakala suatu saat bisa berkunjung lagi ke Pantai Bandengan.
Di sinilah kami sering melihat para nelayan berlabuh dan menambatkan perahunya setelah mencari ikan di tengah laut lepas. Mereka membongkar dan menurunkan ikan hasil tangkapannya ke darat. Para bakul sudah siap mengadang mereka untuk membeli ikan-ikan tersebut.
Pada sudut lain, kami juga melihat beberapa rakit, yang tampaknya sudah tidak pernah dipakai lagi, di bibir pantai. Rakit itu terbuat dari tiga kayu gelondongan dengan diameter sekitar 30 cm dan panjang antara empat hingga lima meter.
Dari apa yang kami lihat itu telah menggoda kami untuk bisa membuat aktivitas yang lebih menarik lagi. Ikan-ikan hasil tangkapan para nelayan yang ditawarkan dengan harga murah menggoda kami untuk membeli dan membakarnya. Dalam benak kami, alangkah asyiknya manakala ikan-ikan itu dimasak dan dibakar di tepi pantai, sembari bermain rakit. Namun godaan itu tak bisa kami lakukan saat itu juga, karena kami belum ada periapan.
Ide itu menjadi agenda kami manakala suatu saat bisa berkunjung lagi ke Pantai Bandengan.
Itulah sebabnya, pada saat liburan sekolah beberapa waktu lalu, kami mengagendakan untuk berlibur ke rumah nenek di Jepara, agar bisa puas bermain di Pantai Bandengan.
Layaknya sebuah organisasi, suatu kegiatan akan berjalan baik manakala dipersiapkan secara matang, dengan penggungjawab yang jelas. Untuk itulah, kami membentuk panitia yang melibatkan semua anggota keluarga. Papa menjadi ketua sekaligus merangkap sebagai seksi dokumentasi. Mama menjadi seksi konsumsi, Mas Isal menjadi seksi perlengkapan rakit, aku sendiri kebagian seksi lain-lain, sedangkan adikku, Bela, menjadi seksi perlengkapan renang. Setiap anggota harus menyiapkan dan membawa perlengkapan sesuai tugas masing-masing.
Pada saatnya tiba, kami berangkat dari rumah nenek. Sebagai seksi dikumentasi, papa tak lupa membawa kamera, Mas Isal membawa tiga bilah kayu dan kain untuk dibuat layar, serta beberapa meter tali plastik. Dik Bela membawa pakaian renang untuk kami dan pelampung, semantara Mama membawa kompor minyak, wajan, minyak goreng, pisau, korek api, bumbu dapur, dan kelengkapan lainnya yang digunakan untuk memasak. Sementara aku membawa peralatan lainnya yang dibutuhkan, seperti tikar.

* * *

WAKTU masih pagi saat kami tiba di pantai. Kami menunggu para nelayan yang pulang dari melaut untuk membeli ikan. Setelah memperoleh ikan, Mama langsung memasaknya. Sebelum dibakar dengan diolesi kecap, ikan-ikan itu terlebih dahulu digoreng. Tak perlu susah cari kayu atau arang untuk membakar ikan itu, namun cukup dengan memanfaatkan daun-daun kering dan ranting-ranting cemara yang ada di tepi pantai.
Sembari menunggu Mama memasak ikan bakar, saya, Mas Isal, Dik Bela dan Papa bersama-sama mencari rakit, kemudian meluncurkannya ke dalam air. Dengan meniru para nelayan, kami mempraktikkan teori gaya yang saya pelajari di sekolah dalam mendorong rakit itu ke laut. Sebenarnya rakit itu mempunyai bobot yang cukup berat. Paling tidak dibutuhkan 6 orang dewasa untuk mengangkat rakit tersebut. Namun rakit itu bisa kami luncurkan ke air dengan teknik menggelindingkannya di atas dua gelondong kayu. Tak ada kesulitan, karena posisi rakit di atas bibir panti dan tinggal mendorongnya turun. Yang susah adalah manakala mengembalikannya nanti, sangat berat, karena harus mendorong ke atas.
Saya dan Dik Bela membantu Papa dan Mas Isal untuk memasang layar di atas rakit tersebut. Dalam benak saya, layar bisa digunakan sebagai alternatif bagi nelayan dalam menjalankan perahunya di saat harga BBM naik. Ini seperti kembali pada zaman dahulu, di mana kapal-kapal besar pun memanfaatkan tenaga angin dengan menggunakan layar. Saya ikut prihatin, di saat pemerintah menaikkan harga BBM, banyak nelayan terpaksa tidak melaut, karena kapal dan perahu mereka yang bertenaga mesin tidak bisa dioperasikan lagi akibat ketidakmampuan mereka dalam membeli bensin atupun solar.
Apakah tak terlintas pada benak mereka untuk kembali memanfaatkan tenaga angin (dengan layar) untuk keperluan melaut, dengan memanfaatkan perubahan arus angin, yakni angin gunung dan angin laut? Di saat angin berhembus dari arah gunung ke laut, para nelayan bisa berangkat melaut, dan di saat angin berhembus dari laut ke gunung, maka saat itulah nelayan bisa kembali mendarat.

* * *

PAPA dan Mas Isal telah selesai memasang layar, giliran berikutnya adalah bagaimana mengatur posisi layar agar rakit itu bisa melaju sesuai yang kami kehendaki, serta di sisi mana kami harus mendayung. Papa terus mencoba-coba posisi layar dengan arah laju rakit. Uji coba ini penting, agar kami tidak melaju ke tengah lautan lepas.
Sayang, rakit itu hanya bisa memuat beban untuk dua orang saja. Lebih dari itu, rakit oleng, bahkan cenderung tenggelam. Jadi kami terpaksa naik secara bergantian. Dari coba-coba itu, perahu berhasil melaju hanya mengandalkan kekuatan angin yang menerpa layar, tanpa harus kami mengayuhkan dayung.
Banyak manfaat yang dapat kami petik dari acara berlibur kali ini. Secara tidak langsung, saya mempraktikkan terori-teori yang saya pelajari di bangku sekolah dalam aktivitas yang menyenangkan ini.
Seperti pemanfatan teori gaya dalam mendorong rakit, pemanfaatan tenaga angin di saat dunia sedang dihadapkan pada krisis bahan bakar minyak, dan yang tak kalah pentingnya adalah latihan berorganisasi, membetuk tim dalam memprogram dan melaksanakan aktivitas yang memang membutuhkan kerja kelompok.
Setelah cukup puas bermain rakit, Mama memanggil kami, pertanda bahwa ikan bakar sudah siap untuk disantap. Akhirnya kami makan bersama dengan lahapnya. Apalagi dengan sambal terasinya. Em..., sedapnya….
Bagi saya, inilah liburan yang yang betul-betul mengasyikkan, sekaligus mendidik, meskipun tidak harus mengeluarkan banyak biaya. (Ima Nirmala Yanti)

Jumat, Oktober 10, 2008

Kupat Sambal Kelapa dan Doa Tolak Bala




SANTAP KUPAT: Masyarakat Kelurahan Ujungbatu, Jepara menyantap kupat sambal kelapa di Mushala Alfatah, Rabu (8/10). Kegiatan itu sebagai bentuk tradisi yang tak pernah luntur.

SM/Muhammadun Sanomae




DI tengah keramaian sepanjang kampung pesisir di Jepara pada kegiatan Syawalan, masih terpelihara tradisi menyantap kupat bersama di mushala dan masjid sepanjang pantai.
Setidaknya itu terlihat di kampung nelayan di Kelurahan Jobokuto dan Ujungbatu. Menjelang terbit matahari, mereka mulai berkumpul di tempat ibadah.
Menelusuri jalanan dan gang-gang kecil di dua kampung nelayan itu setelah subuh, yang terdengar adalah semarak bunyi lantunan shalawat Nabi.
Rata-rata dapur rumah warga di sepanjang pinggir Kali Wiso mengepul. Mereka masih memasak sayur opor pendamping santapan kupat.
Hiruk pikuk lebih terlihat lagi beberapa waktu kemudian dengan lalu-lalang sebagian mereka yang saling mengunjungi tetangga dengan membawa kupat dan lepet lengkap dengan sayur opor.
Di Mushala Alfatah Kelurahan Ujungbatu, gema suara tahlil terdengar. Puluhan orang berkumpul di serambi mushala itu, mengikuti suara pemimpin doa yang melafalkan bacaan tahlil.
Ada anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua baik laki-laki maupun perempuan. Di tengah-tengah mereka, ragam masakan pendamping kupat lepet menghias lantai.
Begitu doa tahlil selesai, mereka langsung mengepung kupat lepet dan makan bersama. Yang berbeda, tampilan kupat tersaji menggugah selera. Dalam satu wadah masing-masing kupat dibelah dua. Di dalam belahan itu diisi dengan sambal kelapa.
Menantang Lidah
Meski menyantap tanpa menggunakan sayur, kupat itu sudah terasa gurih dan pedas. Selain sambal kelapa, isian belahan juga berupa sambal goreng tahu. Karena disajikan begitu banyak, tampilan itu makin menantang lidah.
Tak hanya itu, sayur pendamping juga beragam isinya meski rata-rata dalam bentuk opor. Sebagian berisi daging ayam yang masih membalut tulang namun banyak juga yang menggunakan kimo. Kimo adalah sejenis kerang laut dengan ukuran lebih besar. Dibanding kerang laut yang biasa dijual di pedagang kaki lima, kimo lebih alot dagingnya.
Namun dengan bumbu opor, cita rasa kimo menjadi spesial. Dalam waktu sekejap, masakan khas Pesta Syawalan itu pun ludes.
Bukhori (35), warga, menuturkan, doa dipanjatkan sebagai bentuk permohonan kepada Sang Pencipta untuk menghindarkan marabahaya dari mereka.
''Saya menyebutnya, tradisi ini sebagai doa tolak bala,'' tutur dia.
Sementara itu H Abu Ashari (55), tokoh masyarakat di kampung itu, mengemukakan, tradisi doa bersama dengan menu hidangan kupat lepet dan sayur opor itu berlangsung turun-temurun.
''Seingat saya, sejak saya masih kecil tidak banyak yang berubah dari tradisi ini,'' ujarnya.
Tradisi itu disebut sebagai hal positif karena berkirim doa kepada para leluhur, memohon keselamatan, dan bisa saling bersedekah dengan makan bersama. (Muhammadun Sanomae)

Sumber info: Suara Merdeka, Kamis, 9 Oktober 2008.

Ribuan Warga Ikuti Takbir Keliling




TAKBIR KELILING: Ribuan warga mengikuti dan menyaksikan takbir keliling yang dimulai di Alun-alun Kota dengan dilepas oleh Bupati Hendro Martojo, Selasa (30/9). Sedikitnya 500 mobil dan truk ikut ambil bagian memeriahkan acara tersebut.

SM/Budi Cahyono




JEPARA - Ribuan warga Kabupaten Jepara dengan membawa atribut dan alat pukul mengikuti takbir keliling pada malam Idul Fitri, Selasa (30/9). Kegiatan rutin tiap tahun yang diselenggarakan Pemkab ini diikuti sekitar 500 mobil dan truk dimulai pukul 20.00 dengan dilepas oleh Bupati Hendro Martojo.
Sebelum acara pelepasan, Kanit Laka Ipda Dedy Kurniawan menjadi komandan upacara dengan inspektur upacara Bupati. Kegiatan itu turut diikuti Muspida plus.
Dalam sambutannya, Bupati mengharapkan, ajang takbir keliling ini sebagai sarana mempererat tali silaturahmi antarawarga Kota Ukir.
''Ini acara rutin seusai 30 hari menjalankan ibadah puasa. Diharapkan, acara ini tetap menjalin tali silaturahmi dan persaudaraan serta sebagai pertanda kita sudah menang dari godaan selama 30 hari,'' ujar Bupati.
Selain diikuti ratusan mobil, ribuan warga turut memadati Alun-alun kota. Kendati acara baru dimulai pukul 20.00, selepas magrib warga sudah berkerumun mencari tempat yang strategis untuk lebih dekat menyaksikan iring-iringan peserta takbir keliling serta ingin melihat lebih dekat Bupati Hendro Martojo serta Muspida plus.
Tidak seperti pelaksanaan tahun lalu, dalam waktu kurang dari satu jam peserta takbir keliling sudah habis di depan pendapa. Pada tahun lalu, hampir tiga jam lebih peserta takbir keliling masih mengular di Alun-alun kota.
Hal ini tidak terlepas dari kerja keras Polres Jepara yang sedari siang sudah menutup jalan utama di depan pendapa. Jika tahun sebelumnya motor diperkenankan ikut konvoi, tidak demikian pada tahun ini.

Motor Dilarang
Kapolres Jepara AKBP Edy Suryanto melalui Kasat Lantas AKP Arief Bahtiar mengemukakan, pihaknya memang melarang motor untuk ikut takbir keliling karena dinilai akan memacetkan arus lalu lintas serta untuk mengurangi angka kecelakaan.
''Para peserta takbir keliling selepas magrib memang sudah kami tata dengan empat saf di jalan utama Alun-alun Kota. Setelah melewati Tugu Kartini, peserta langsung kami arahkan ke Ngabul. Ini rute sebelumnya diubah,'' ujar Kasat Lantas.
Tahun sebelumnya karena tidak dikawal Satlantas Jepara, para peserta kembali lagi dalam antrean depan Alun-alun. Namun, tahun ini peserta dikawal dan diawasi ketat oleh polisi.
Setelah mencapai Bundaran Ngabul, peserta dipecah menjadi dua bagian. Satu diarahkan ke Batealit sedangkan lainnya diarahkan ke Pecangaan. Itu perubahan rute yang dilakukan Satlantas untuk mengurai simpul kemacetan.
Rute sebelumnya, peserta akan menyusuri dari Jalan Kartini lalu masuk ke Jalan Pemuda, Senenan dan Tahunan. Sesampai di pertigaan Pekeng lalu ke timur ke arah Batealit. Namun sesampai di perempatan Mojo, lalu ke selatan hingga tembus ke Bundaran Ngabul dan kembali ke kota melalui Desa Sukodono, Mantingan, dan Krapyak, Kecamatan Tahunan.
''Rute ini terpaksa kami ubah mengingat arus lalu lintas untuk menghindari kemacetan serta untuk mengurangi kecelakaan. Pada umumnya peserta tetap tertib setelah kembali ke kota,'' imbuh Arief. (J4-69)

Sumber info: Suara Merdeka, Jumat, 3 Oktober 2008.

Senin, September 01, 2008

Pasanan Anak Pulau



GURU BAHASA: Kepala MA Safinatul Huda Kemujan Karimunjawa Hisyam Zamroni (kedua dari kanan) bersama dua guru Bahasa Inggris dari Austria, Phillip (kanan) dan Sara, serta Jemima CH Enny dari Dejavato di Dermaga Pantai Kartini, Jepara, Senin (1/9). (SM/Muhammadun Sanomae)



Memperdalam Bahasa Arab-Inggris

LAZIMNYA, para santri menghabiskan sebagian besar bulan Puasa untuk mengaji. Mereka yang terbiasa dengan telaah kitab-kitab kuning karya ulama klasik, akan terus memperdalam wawasan, bahkan juga pengamalan ajaran keislaman.
Para santri sepuh lebih sering menjadikan Ramadan sebagai wahana berlatih menenangkan jiwa, dengan sejenak mengurangi segala kepenatan kesibukan duniawi. Ponpes, asrama, surau, sekolahan, juga masjid bisa menjadi tempatnya. Namun di Ponpes Safinatul Huda (Bahtera Petunjuk) di Pulau Kemujan Kecamatan Karimunjawa, Ramadan tahun ini menggelar kegiatan yang sama sekali berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Selama tiga pekan sejak Selasa (2/9) ini, para santri akan bergelut dengan dua bahasa asing, Arab dan Inggris.
Pembelajaran bahasa Arab menghadirkan para guru-guru andal lulusan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, juga para santri senior lulusan ponpes di Madura. Pembelajaran bahasa Arab memberi bekal kepada santri untuk memperdalam kitab-kitab agama.
Namun untuk bahasa Inggris selama Ramadan ini akan digembleng oleh dua guru asal Austria, yakni Phillip dan Sara yang masing-masing berusia 21 tahun. ''Selama tiga pekan saya akan ada di Safinatul Huda. Pasti akan sangat menyenangkan,'' kata Phillip bersama Sara saat bertolak ke Karimunjawa bersama Kepala MA Safinatul Huda Hisyam Zamroni di Dermaga Pantai Kartini, Jepara, Senin (1/9).
Phillip dan Sara adalah sukarelawan dari Dejavato Foundation, sebuah LSM binaan CCIVS, lembaga di bawah UNESCO (badan di PBB yang menangani anak dan pendidikan). ''Sebenarnya saya akan ada di Safinatul Huda sampai enam bulan, namun pada Ramadan ini cukup tiga pekan lalu libur. Setelah Lebaran saya kembali lagi,'' timpal Sara.
Keduanya adalah mahasiswa Universitas Vienna, Austria. Jika Phillip di Fakultas Hukum, maka Sara di Fakultas Farmasi.
Meski belum pernah menginjakkan kaki di Karimunjawa, namun keduanya tak awam dengan kepulauan yang kaya akan wisata bahari itu. ''Saya tahu lewat internet,'' kata Phillip yang ibunya asli Malang, sedangkan ayahnya dari Austria.
Namun hingga kini ia belum bisa berbahasa Indonesia karena sejak kecil dibesarkan di negara di lembah Pegunungan Alpen itu.

Kegiatan Sosial
Jemima Ch Enny dari Departemen Hubungan Publik Dejavato Foundation mengungkapkan, LSM-nya bukan kali pertama ke Karimunjawa karena pernah menggelar kegiatan sosial. Pada pertengahan Agustus lalu, dua sukarelawan yang dikirim ke Safinatul Huda itu juga terlibat dalam kegiatan pelestarian budaya di Prambanan.
Hisyam Zamroni menyatakan, peserta pasanan di Safinatul Huda itu melibatkan 102 siswa madrasah aliyah (MA), 160 siswa madrasah tsanawiyah (MTs), serta 46 santri di ponpes. Ponpes Safinatul Huda berdiri sejak 2004 bersamaan dengan MA, sedangkan MTs berdiri tiga tahun lebih awal.
Sejak 2006, Safinatul Huda telah memiliki laboratorium bahasa, sehingga pendalaman bahasa asing ini akan banyak terbantu. ''Kami juga akan melibatkan guru serta masyarakat sekitar untuk bergabung dalam kegiatan ini,'' ujar Hisyam yang tahun 2007 meraih penghargaan sebagai Pemuda Pelopor Bidang Pendidikan untuk Anak Pesisir dari Menegpora Adyaksa Dault itu.
Pendalaman bahasa asing itu akan menjadi kampanye sadar pendidikan di pulau itu, sekaligus menyiapkan generasi remaja untuk pembangunan kawasan wisata yang siap menerima wisatawan mancanegara. Sejak berdiri Safinatul Huda, santri dan anak didiknya juga telah mengembangkan keterampilan berwirausaha, seperti budi daya rumput lalu, pembuatan kerajinan dari tempurung kelapa, serta penyablonan. (Muhammadun Sanomae)

Sumber info: Suara Merdeka, Selasa, 2 September 2008

Selasa, Agustus 26, 2008

Kerupuk Tengiri, Makanan Khas Jepara







Masing-masing daerah mempunyai makanan khas sendiri-sendiri. Seperti Semarang dengan lunpianya. Lalu apa makanan khas Jepara? Salah satunya adalah kerupuk tengiri. Sentra produksinya, antara lain di daerah Pengkol, salah satu kelurahan di Jepara Kota. Bahan bakunya adalah ikan tengiri, dan tepung tapioka. Ikan tengiri merupakan hasil tangkapan para nelayan di perairan Jepara dan sekitarnya.
Bagi warga Semarang, tak harus jauh-jauh datang ke Jepara untuk mendapakan kerupuk ini. Begitu pula bagi wisatawan yang kebetulan berlibur di kota Semarang. Sebab, di pusat oleh-oleh telah tersedia kerupuk ini. Datang saja ke toko Strawbery dan toko Bonafide di Jalan Pandanaran, kawasan pusat oleh-oleh di Kota Semarang. Bisa didapatkan juga di toko roti Brilliant di kawasan Simpang Lima, Semarang, atau ke distributor, di Jl. Girimulyo Mukti 252, Perumahan Graha Mukti Utama, Kelurahan Tlogomulyo, Kecamatan Pedurungan, Semarang, no telepon (024)6723891.
Kerupuk ini dikemas dalam keadaan masih mentah, tinggal goreng. Rasakan kelezatannya, terasa tengirinya.

***

Minggu, Agustus 17, 2008

Pergi ke Pantai Bandengan Jepara
































Ditulis oleh Ima Nirmala Yanti


Pada hari Jumat tanggal 11 Juli 2008 pukul 05.30, aku ke pantai bersama Papa, Mama, Mas Isal, dan Dik Bela. Kami pergi ke pantai untuk mengisi liburan sekolah akhir tahun. Sebelum ke Pantai Bandengan, kami sekeluarga membuat sebuah panitia kecil pada hari Sabtu. Papa menjadi ketua sekaligus merangkap sebagai seksi dokumentasi. Mama menjadi seksi konsumsi, Mas Isal menjadi seksi perlengkapan perahu layar, aku menjadi seksi lain-lain, sedangkan adikku menjadi seksi perlengkapan renang.

Setiap anggota harus menyiapkan dan membawa perlengkapan sesuai tugas masing-masing.

Jumat pagi kami terlebih dahulu ke pasar. Untuk apa gerangan? Untuk membeli ikan. Kami betul-betul ingin bersantai di pantai. Kami ingin bermain di pantai sepuas-puasnya, seraya menikmati lezarnya ikan bakar.

Saat di pantai, pertama kali yang kulakukan adalah berjalan di hamparan pasir putih bersama Dik Bela dan Mas Isal. Setelah itu aku dan Dik Bela membantu Mama memasak ikan bakar, sedangkan Mas Isal membantu Papa memasang layar pada perahu.

Saat Mama sedang membakar ikan dengan daun kering dan kayu, dan Papa sedang naik perahu , aku dan adikku malah bermain air dan berenang. Nah, saat itulah ada kejadian lucu. Tiba-tiba Papa jatuh dari perahunya. Sayangnya, Mas Isal tidak melihat kejadian yang membuat kami bertiga tertawa.

Tak mau ketinggalan, aku juga mendapat giliran naik perahu perahu bersama adik, dan kakakku.

Setelah puas naik perahu, Mama memanggil bahwa ikan bakarnya sudah masak. Kami sekeluarga makan bersama, menikmati lezatnya ikan bakar. Apalagi dengan sambal terasinya.Mmm, sedapnya….
Inilah liburanku saat aku ke pantai. Aku sangat senang sekali liburan tahun ini.

--Ima Nirmala Yanti, siswa kelas VI SD Kemala Bhayangkari 02, Kelurahan Tlogomulyo, Pedurungan, Semarang.

Jumat, Juni 13, 2008

Bupati Canangkan Jepara Cyber Country

JEPARA - Bupati Jepara Hendro Martojo mencanangkan Jepara Cyber Country untuk semua kecamatan se-Kabupaten Jepara. Pada tahap awal, April lalu telah tersedia hotspot area di Kecamatan Karimunjawa yang bisa diakses hingga radius 1 km.
"Pada tahun ini, 16 kecamatan akan dilayani hotspot area," ujar Bupati saat launching Jepara Cyber Country di Taman Baca kawasan Alun-alun Kota, Jumat (13/6).
Untuk hotspot area di kawasan alun-alun, bisa terjangkau di Keluarahan Saripan di timur hingga kawasan Perdagangan Diponegoro di barat dan Kauman sampai Pengkol (Rutan Jepara).
"Layanan ini bisa diakses gratis oleh masyarakat dengan user name pemdajepara dan password santel. Layanan serupa yang telah terpasang di area kantor Bapade dan pendapa kabupaten. Selanjutnya kawasan Stadion Gelora Bumi Kartini," papar Hendro.
Lebih lanjut dia mengemukakan, meskipun sedikit terlambat, layanan ini merupakan awal yang baik untuk dapat dimanfaatkan masyarakat, tidak saja dalam mengakses informasi dan ilmu pengetahuan tetapi juga berimbas pada hubungan bisnis pengusaha di Jepara.

Akses Internet Lamban
Sebelumnya, Bupati mendapat keluhan dari para pengusaha asing karena kelambanan akses internet di Jepara.
"Pada 2006, kecepatan akses internet di Jepara baru 36-52 kilobyte per second (kbps). Untuk itu, saya meminta Telkom memberikan layanan akses internet dengan cepat," tuturnya.
Sementara itu, menurut Kepala Sub-Bagian TU dan Santel Bagian Umum Setda Jepara Setyanto, selain membuka layanan hotspot di beberapa titik, Pemkab juga telah membangun portal, yaitu www.jeparakab.go.id, www.gojepara.com, www.hendromartojo.info, www.inkomjepara.info, dan www.persijap.org. (J4-69)

Sumber info: Suara Merdeka, Sabtu, 14 Juni 2008

Jumat, Mei 23, 2008

Kembangkan Objek Wisata Tersembunyi




JEPARA- Objek-objek wisata yang tersembunyi selayaknya juga harus dikembangkan. Hal itu untuk memberikan lebih banyak referensi masyarakat pengunjung yang meminati dunia pariwisata di Bumi Kartini. Pengembangan objek wisata saat ini dinilai masih terkonsentrasi ke lokasi-lokasi mapan, seperti Pantai Kartini dan Bandengan. Padahal banyak sekali potensi yang belum tersentuh.
Demikian disampaikan pegiat Pusat Informasi Pariwisata (JIC) Jepara, Samsul Arifin, Jumat (23/5). ''Kalau potensi objek wisata yang tersembunyi ini dikembangkan, bisa memberikan banyak pilihan bagi calon pengunjung,'' katanya.

Potensi Dikembangkan
Objek-objek tersembunyi itu selain bisa dilihat di daratan Jepara, juga pantai di Karimunjawa. Desa-desa di lereng Gunung Muria potensial untuk dikembangkan. Desa Tempuir dan Damarwulan adalah dua di antaranya. Dua desa itu juga memiliki kekhasan minuman, berupa kopi yang diproduksi masyarakat setempat. Kopi dari dua desa ini memiliki kekhasan rasa, dan sedikit banyak bisa menjadi pelengkap kuliner dua desa yang dilalui Kali Gelis dengan segala panorama perbukitan dan keteduhan udara.
Di titik pantai, sebenarnya Pantai Bondo, Kecamatan Bangsri, juga tidak terlalu kalah menarik dengan Pantai Bandengan. Sama-sama berpasir putih, pantai ini telah lama dikunjungi masyarakat setempat. ''Jika dikembangkan lebih bagus, Pantai Bondo juga akan menjadi pilihan lain objek wisata pantai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di sebelah utara,'' jelas dia yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi NU (Stienu) Jepara itu.
Dia juga menyoroti tentang Karimunjawa, kawasan wisata yang terkenal, namun belum banyak warga Jepara yang bisa sampai di sana. Jika sarana transportasi antarpulau di Karimunjawa menjadi kendala pengunjung untuk mengarunginya, maka perlu juga dibikin miniatur Karimunjawa di salah satu titik. Para pelajar atau elemen masyarakat lain yang ke Karimunjawa dan memiliki waktu luang singkat, cukup mengunjungi miniatur itu. ''Ini potensi yang belum dikembangkan dan akan sangat membantu,'' lanjutnya.
Pihaknya kini telah mengembangkan informasi tentang pariwisata, dengan mendirikan Radio Wisata Jepara di 88,8 FM. Sudah sebulan ini radio yang banyak memberikan porsi siaran tentang pariwisata Jepara itu mengudara, dengan konsep siaran 50 persen berbahasa Inggris, 30 persen Bahasa Indonesia, dan 20 persen berbahasa Jawa khas Jepara.(H15-79)

Kepsen foto:
Samsul Arifin, dosen STIENU Jepara

Sumber info: Suara Merdeka, Sabtu, 24 Mei 2008

Kamis, Mei 22, 2008

Jati Unggul Dikembangkan di Jepara



5 Tahun Diameter Capai 20 Cm

JEPARA- Bibit jati unggul akan dikembangkan di lahan produktif di Jepara. Bibit jati itu bisa dipanen dalam jangka lima tahun, atau jauh lebih cepat dari jati biasa. Jika itu bisa ditanam oleh masyarakat dan bekerja sama dengan pengusaha, maka dalam jangka tertentu bisa membantu kebutuhan daerah untuk industri olahan kayu.
Kesepahaman untuk menanam bibit jati kualitas unggul itu telah dilakukan di Jakarta, antara DPP Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia (Asmindo) di satu pihak dengan unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH KPWN) dan Jati Unggul Nusantara di Jakarta baru-baru ini.
Di sela-sela kegiatan Musyawarah Daerah (Musda) Asmindo Komisariat Daerah Jepara di Jepara Trade and Tourism Center (JTTC), Rabu (21/5), jati unggul itu diperkenalkan. Dua bibit diserahkan oleh Sulaiman Sumanegara dari KPWN kepada Asisten II Setda Sutedjo S Sumarto dan Ketua Asmindo Jepara Akhmad Fauzi.
''Kesepahaman dengan Asmindo pusat dan KPWN sudah dilakukan kemarin di Jakarta. Kami tinggal akan meneruskan di Jepara. Soal teknis kerjasama di daerah, masih dibicarakan,'' kata Akhmad Fauzi.
Pihaknya menyambut baik jika kerjasama ini bisa berjalan sesuai harapan. Bibit itu bisa ditanam di lahan-lahan produktif milik masyarakat. Isu bahan baku kayu mengemuka dalam musda bertema, Let's Start with Green Wood itu.
''Industri kayu ini kan pengguna kayu. Upaya penanaman jati unggul ini kami harapkan bisa terwujud,'' imbuhnya.

Tiga Kandidat
Dalam musda yang berakhir Rabu malam, Fauzi untuk kali kedua terpilih sebagai ketua. Dia akan menduduki posisi itu untuk periode 2008-2013. Dalam tahap pemilihan muncul tiga kandidat. Selain Fauzi, ada Sahli Rais dan Taufiqurrahman. Namun akhirnya Sahli mundur dan Taufiqurrahman, dianggap kurang memenuhi persyaratan. Akhirnya Fauzi terpilih secara aklamasi.
Terkait bibit jati unggul itu, Sulaiman Nusanegara mengemukakan, pada 2007 berhasil ditanam 57.000 pohon jati unggul di Magetan dengan melibatkan 385 petani di 19 desa. Di kabupaten itu ditarget pada 2011 tertanam 2 juta pohon jati unggulan. Dirut Usaha Bagi Hasil (UBH) KPWN Hariyono Soeroso menjelaskan, KPWN didirikan pada 1989 dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai di Departemen Kehutanan. Dalam perkembangannya meneliti 600 pohon jati terbaik dengan pohon tegak lurus di Jawa dan Sulawesi.
Dari jumlah itu, akhirnya diseleksi menjadi 100 pohon yang terbaik. hasil seleksi itu dikembangkan dengan sistem kultur jaringan, dan akhirnya terambil 69 koloni. Dari koloni itu dikembangkan menjadi 28.000 bibit yang ditanam di Tegal. Jumlah itu kemudian disaring lagi yang terbaik tinggal 240 pohon. Jumlah ini kemudian diambil pucuknya dan dalam sentuhan akarnya dibikin tunggang ke bawah. Satu pohon rata-rata memiliki enam akar tunggang ke bawah, sehingga dinilai lebih ''rakus'' terhadap sari-sari tanah dan bisa berdiri kokoh lurus dan dikenal dengan Jati Unggul Nusantara (JUN). Di Perhutani disebut dengan Jati Plus Perhutani. Dalam masa lima tahun bisa berdiameter 20 cm dan siap panen.(H15-79)

Kepsen foto:
BIBIT UNGGUL: Asisten II Setda Sutedji S Sumarto dan Ketua Asmindo Jepara Akhmad Fauzi (kiri) saat menerima bibit jati unggul di Gedung JTTC Jepara, Rabu (21/5).(79)
SM/Muhammadun Sanomae

Sumber info: Suara Merdeka, Jumat, 23 Mei 2008

Kini Muncul Selapanan Abdi Seni Jepara




JEPARA- Artis dan presenter Happy Salma, Bupati Hendro Martojo, anggota FPP DPR RI Arief Mudatsir Mandan, serta peraih Piala Citra 1985 lewat film Doea Tanda Mata hadir dalam Selapanan Abdi Seni Jepara di depan pendapa kabupaten, Minggu (18/5) malam.
Andi Seni Jepara adalah kelompok baru para budayawan dan seniman, di tengah pemunculan beberapa kelompok dalam jangka sewindu terakhir.
Kelompok baru ini berupaya hadir di tengah-tengah masyarakat dan mencoba mewadahi kepentingan para seniman dan budayawan di Kota Ukir. Di Jepara sebelumnya muncul Sanggar Kalinyamat (SKT), lalu di bidang perfilman ada Jepara Joglo Film, kelompok Studi Sastra Jepara dan baru-baru ini muncul Jepara Art Sickness, kelompok seniman yang merasa ''terluka''.
Koordinator Abdi Seni Jepara, Ali Hafidz, mengatakan, kelompoknya akan menjalin kemitraan dengan kelompok-kelompok lain untuk menumbuhkembangkan seni dan budaya secara bersama-sama. Tak hanya di Jepara, Abdi Seni juga rencananya akan menjalin kemitraan dengan pelaku seni budaya di Demak dan Kudus.
''Setiap selapan (35 hari), melalui AMM Production kami akan menyelenggarakan pergelaran seni dan budaya di Jepara dengan melibatkan para seniman dan budayawan lokal,'' imbuh Hafidz.
Saat peluncuran kelompok baru itu, Hendro Martojo yang juga hobi membuat puisi, membacakan dua judul puisi karangannya. Lalu disusul politisi kelahiran Jepara, Arief Mudatsir Mandan.
Arief membacakan puisi yang terinspirasi sewaktu perjalanan di Kairo, Mesir beberapa waktu lalu, juga puisi yang pernah dibacakannya sewaktu masih duduk di bangku SMA. ''Malam ini mengingatkan saya pada 30 tahun lalu. Saat itu saya menjadi ketua keluarga mahasiswa Jepara-Yogja (KMJY) dan juga mengadakan pagelaran puisi,'' kenangnya.
Sudarto, politisi muda yang juga asli Jepara dan hadir dalam acara itu mengungkapkan, membangun bangsa yang besar ini tidak bisa meninggalkan peran budayawan atau seniman. ''Bangsa ini juga dibangun dari budaya masyarakat yang kuat.''
Pengunjung yang hadir malam itu larut dalam suasana malam yang akrab saat artis cantik Happy Salma membacakan cerpen karya budayawan terkenal, Mustofa Bisri (Gus Mus). Dia membacakan satu judul cerpen yang mengisahkan pengorbanan seorang perempuan muda di dalam rumah tangga yang berantakan.
Beberapa grup seniman muda Jepara juga turut memeriahkan suasana malam itu. Empu Palman dari Desa Krasak, Pecangaan dengan alat musik bambu dan menampilkan lagu-lagu khas Jawa. Grup Radang Hati oleh para seniman jalanan menyuguhkan lagu-lagu kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai masih belum bisa menyejahterakan rakyat. Tampil pula kelompok Rebana Jamuro dengan keteduhan alunan shalawat nabi. (H15-76)


Kepsen foto:
BACA CERPEN: Artis dan presenter Happy Salma membaca cerpen di halaman Pendapa Kabupaten Jepara saat peluncuran Selapanan Abdi Seni Jepara, Minggu malam lalu.(76)
SM/Muhammadun Sanomae

Sumber info: Suara Merdeka, Jumat, 23 mei 2008

Jumat, Mei 09, 2008

Bakrie dan Salim Group Lirik Karimun Jawa

JEPARA - Dua investor besar, Bakrie Group dan Salim Group, menurut rencana Sabtu (10/5) ini menyurvei calon lokasi investasi pada beberapa titik di Karimunjawa.
Pemkab dan Pemprov akan memberikan jalan investasi itu. Pada saat yang sama, Gubernur Ali Mufiz akan membuka Lomba Mancing di Karimunjawa untuk memperebutkan Bupati Jepara Cup V yang diselenggarakan Suara Merdeka bekerja sama dengan Pemkab Jepara. Lomba itu akan berakhir Minggu besok.
Camat Karimunjawa Suharna, Jumat (9/5), mengemukakan, seluruh kegiatan tersebut telah dipersiapkan Pemerintah Kecamatan. Jika sebelumnya yang mengemuka penjajakan investasi hanya dilakukan Bakrie Group, tegas Suharna, agaknya Salim Group juga turut serta dalam pembicaraan hari ini.
''Kami siap menyambut kedatangan para investor. Informasi yang kami peroleh, yang akan datang komisaris dua calon investor itu,'' ucap Suharna di sela-sela kunjungannya di Bandara Dewadaru Desa Kemujan, pagi kemarin.
Bandara itu satu dari sekian titik yang akan disurvei. Investor disebut meminati untuk mengembangkan bandara itu, bekerja sama dengan pemerintah.

Kebutuhan Penting
Pengembangan infrastruktur ini dinilai sebagai kebutuhan penting untuk membuka pintu Karimunjawa lebih luas, terutama untuk menjaring wisatawan mancanegara.
Jika dikembangkan, diharapkan bandara tersebut dapat melayani penerbangan reguler yang memadai.
Sesuai dengan jadwal kunjungan investor itu, Suharna menyebutkan, setelah dari bandara rombongan akan datang ke Pulau Menjangan Besar. Di pulau ini disebut-sebut akan dikembangkan lapangan golf.
Setelah itu, rombongan melihat budi daya karamba ikan kerapu bebek di sekitar lokasi itu. Masyarakat memang mengembangkan ikan jenis ini yang harganya tinggi, Rp 350.000/kg.
Dari karamba, rombongan menyaksikan panen raya budi daya mutiara. Sebelum ke pusat kecamatan, mereka terlebih dulu ke Pulau Menjangan Kecil untuk pelepasan penyu.
Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa Mangaraja Gunung Nababan mengemukakan, sejak penangkaran penyu dilakukan 2003 hingga kini telah ditetaskan 10.423 telur. Setelah dirawat dan cukup umur, penyu-penyu itu dilepas ke pantai.
Bupati Hendro Martojo menuturkan, rencana kedatangan investor itu sebelumnya dijadwalkan pada 24 April lalu. Namun, ketika itu bersamaan dengan agenda laporan pertanggungjawaban gubernur dalam rapat paripurna DPRD.
Pemkab mengharapkan pembicaraan investasi ini menghasilkan keputusan positif. Sebelumnya, pada 2007 dan awal 2008 terdapat investasi baru senilai 4,5 juta dolar AS, dengan perincian oleh pengusaha dari Italia 2 juta dolar AS di Pulau Menyawakan serta 2,5 juta dolar AS oleh pengusaha dari Inggris di Pulau Bengkoang.
Perizinan untuk investasi di Pulau Bengkoang tuntas pada 2007 sedangkan di Menyawakan merupakan lanjutan dari pengembangan Kura-kura Resor oleh investor Swedia. (H15-69)

Sumber info: Suara Merdeka, Sabtu, 10 Mei 2008

Selasa, Mei 06, 2008

Kemandekan Ekonomi Keluarga Pesisir





PAGI itu Musipah mondar-mandir mencari tumpangan untuk bisa sampai ke salah satu kerabat di ujung desa, sekitar 800 meter dari rumah bambunya di Desa Kedungmalang, Kecamatan Kedung, Jepara.
Wanita berusia 49 tahun itu membawa dua putrinya, Hera dan Satin. Hera belum bersekolah sedangkan Satin kelas II SD.
''Anak saya lapar, mau makan ke rumah saudara,'' tutur Musipah.
Tidak biasanya Miah melakukan itu. Namun, pagi itu dia memang telah kehabisan beras di rumah. Setelah subuh, sebenarnya Hera dan Satin telah dibelikan sarapan ibunya, dua bungkus nasi. Satu bungkus Rp 500.
Mungkin kurang kenyang karena satu bungkus hanya berisi setengah centong nasi dengan lauk tiga iris tahu berukuran kecil dan kuah seadanya.
Sudah hampir setengah tahun Musipah tak lagi bisa menghasilkan uang. Biasanya dia menjadi buruh panggul garam di tambak. Tiap memanggul satu tombong garam dengan isi 35 kg ke gudang di pinggir jalan, dia mendapatkan imbalan Rp 500.
Pekerjaan itu kini terhenti karena tambak garam belum berproduksi menyusul air laut yang pasang sepanjang hari dan menenggelamkan ratusan hektare areal tambak.
Suaminya, Miskan, hanya buruh nelayan. Tak memiliki perahu sendiri dan tidak selalu bisa berangkat karena menunggu panggilan juragan. Biasa, kendala nelayan kebanyakan, seperti dia adalah sulitnya mendapatkan bahan bakar.
Harga yang terus naik tak diimbangi dengan hasil tangkapan ikan yang memuaskan. Miskan mendirikan bagang, alat tangkap ikan di Kali Serang dekat rumahnya. Jika menggunakan lampu petromaks berbahan bakar minyak, untuk penerangan dia butuh setidaknya Rp 10.000.
Daripada bengkak biaya, dia memilih menggunakan listrik 15 watt yang menurutnya lebih efisien. Maklum, tak banyak hasilnya.
''Tidak tidur semalam paling dapat Rp 15.000,'' tutur Miskan.
Jelas susah memutar uang sebesar itu untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Pasangan itu memiliki anak lima. Dua di antaranya bersekolah di SD.
Hanya untuk beli beras, dia butuh paling tidak 1,5 kg sehari. Sisanya untuk bekal sekolah anak-anaknya. Kalau pendapatannya tidak ingin berkurang, dia harus rela tidak mengambil ikan hasil tangkapan.
Pilihannya hanya lauk sambal esek dan kadang tempe gembus. Sambal esek dibikin dari cabai mentah dan terasi lalu dilembutkan dengan garam.
''Nek sega dipangan anget-anget, sambel isa ngentekke sega akeh (kalau disantap dalam kondisi nasi hangat, makan pakai sambal itu bisa menghabiskan nasi banyak),'' tuturnya.

17 Tahun
Begitulah keluarga Miskan bertahan bertahun-tahun. Sudah 17 tahun dia belum menggati dinding bambu rumahnya yang sempit. Karena sempit, mau memelihara ternak pun tak ada tempatnya. Untuk ayam sekalipun.
Tiga tahun lalu dia mendapatkan pinjaman dari desa Rp 250.000. Sampai sekarang cicilannya juga belum lunas. Pinjaman dari rentenir pun terpaksa menjadi andalan. Jika dipinjami Rp 100.000, dia hanrus membayar Rp 5.000/hari selama 25 hari.
''Sedianya untuk kulakan ikan tapi di tengah jalan sudah habis untuk beli beras,'' lanjut Miskan.
Miskan berkisah, tidak ada bayangan pekerjaan lain sementara ini dan merasakan ekonominya benar-benar mandek.
Dullah (50) yang rumahnya di ujung Kali Serang, bahkan memiliki anak enam anak dan lima di antaranya sekolah. Sebagai nelayan kecil, nasibnya tak jauh beda dari Miskan.
''Anak saya sering tidak bersekolah. Anak saya mau sekolah kalau ada uang saku. Kalau saya tidak melaut, mana punya uang. Buat makan saja susah,'' tuturnya.
Sudah lima hari ini dia tak berangkat kerja karena prediksinya tidak akan mendapatkan untung lantaran habis untuk membeli perbekalan melaut.
Miah (47), istrinya tidak bekerja. Dalam tradisi di kampungnya, tetangga yang memiliki uang lebih meminjami keluarga yang kehabisan. Membayarnya ketika mendapatkan ikan saat melaut.
''Kalau tidak utang-piutang, sekarang tidak bisa makan,'' tuturnya.
Dua keluarga itu, hanya potret sebagian. Masih banyak tetangga keduanya dan kebanyakan kaum nelayan yang bernasib serupa.
Rencana kenaikan kembali bahan bakar minyak, sepertinya akan membuat beban hidup mereka makin berat. Uang pecahan ratusan rupiah, di mata mereka sedemikian berharga. (Muhammadun Sanomae-69)

Kepsen foto:

KAMPUNG NELAYAN: Seorang ibu yang tinggal di kampung nelayan Desa Kedungmalang Kecamatan Kedung, Jepara mendorong anaknya di dekat muara Kali Serang, Selasa (6/5). (69) SM/Muhammadun Sanomae

Sumber info: Suara Merdeka, Rabu, 7 Mei 2008

Senin, Mei 05, 2008

Karang di Pulau Panjang Terancam Rusak



CUACA yang cukup panas, tidak menyurutkan para pelancong dari berbagai daerah untuk mengunjungi keindahan pasir putih nan elok di obyek wisata Pulau Panjang, Minggu (4/5). Pulau ini terletak hanya 15 menit dari Pantai Kartini dan Pantai Bandengan. Dengan membayar Rp 10.000 menaiki perahu Sapta Pesona atau Wisata Bahari para pengunjung bisa puas dengan mandi laut di Pulau Panjang.
Pulau Panjang sendiri hanyalah sebuah pulau kecil dengan luas sekitar 7 hektare, didalamnya hanya dipenuhi oleh pohon-pohon liar. Namun, beberapa waktu terakhir ini, keindahan pulau ini mulai terusik dengan tangan-tangan jahil yang tidak bertanggungjawab. Karang-karang yang indah dengan balutan air laut nan bersih terancam tinggal kenangan.
Di saat malam tiba, nelayan-nelayan dari luar perairan Jepara menjarah dan merusak karang-karang di Pulau Panjang. Padahal pengambilan karang-karang ini jelas-jelas dilarang dan tidak diperkenankan, karena bisa merusak biota laut dan keindahan alamnya. Karang-karang ini diambil dari nelayan daerah Demak, jika ada perahu nelayan yang mendekat, kelompok penjarah ini tidak segan-segan untuk mengancam. Seperti kejadian beberapa waktu lalu, saat seorang nelayan Jepara, Suprat (47) melaporkan kejadian pencongkelan karang kepada Polair yang sedang piket. Tidak membutuhkan waktu lama, petugas polisi langsung menyisir daerah Pulau Panjang. Namun usaha polisi sia-sia, para penjarah ini sudah keburu kabur meninggalkan Pulau Panjang dan belum sempat mengambil karang.
Menurut Suprat, saat dirinya sedang memancing pada malam hari, ada segerombolan orang dari daerah luar Jepara mengambil karang menggunakan linggis. Kejadian itu langsung dilaporkan oleh polisi. "Biasanya para pelaku bekerja berkelompok mengambil karang malam hari, menunggu kelengahan petugas. Kalau nelayan daerah sini tahu, para pencuri karang ini menghardik kami," ungkap Suprat nelayan dari Demaan, Kecamatan Jepara.
Kerusakan karang di obyek wisata ini banyak dikeluhkan oleh para wisatawan yang mampir ke Pulau Panjang. Mereka tidak mengira jika karang-karangnya mulai rusak oleh tangan manusia.
"Sebenarnya kasihan, karang yang indah ini harus rusak oleh tangan manusia. Seharusnya Pemkab Jepara melindunginya dari tindakan tidak bertanggungjawab," tegas Sutrisno (43) pengunjung dari Demak yang kebetulan usai melihat pemandangan dari Pulau Panjang bersama dengan keluarganya.
Beberapa waktu lalu Kapolres Jepara AKBP Edy Suryanto melalui Kasat Polair IPTU Ngadiyo mengatakan, pihaknya tidak segan-segan menindak tegas para pelaku pengrusakan karang bahkan patroli pun terus dilakukan jajarannya. Tidak hanya ppelaku pengrusakan karang di Pulau Panjang, tetapi segala hal yang menyangkut biota laut akan tetap mendapat tidakan tegas.
"Kami mengimbau kepada masyarakat, jika mengetahui kejadian perusakan biota laut, mohon untuk tidak segan melaporkan kepada kami," tegas Ngadiyo.
Selain karang yang rusak, Pulau Panjang juga terkesan kotor. Banyak sampah berceceran dan berserakan dimana-mana. Minimnya fasilitas tempat sampah juga menjadikan para pengunjung membuang seenaknya.
"Sampah-sampah itu buangan dari laut. Setelah dibersihkan pasti kembali lagi ke pulau ini. Namun pihak kami tetap melakukan kebersihan di area ini," ucap Arifin petugas karcis di Pulau Panjang. (Budi Cahyono)


kepsen foto:

PAPAN IMBAUAN: Sebuah papan imbauan untuk tidak merusak karang sudah terpampang di obyek wisata Pulau Panjang. Namun tangan-tangan jahil tidak mengindahkannya dan tetap merusaknya. SM/Budi Cahyono

Sumber info: Suara Merdeka, Selasa, 6 Mei 2008

Selasa, April 29, 2008

Dari Penonton ke Ketua Umum Persijap



''SAYA tidak memiliki bekal apa-apa untuk mengurus Persijap. Namun karena saya dipercaya, saya berharap ada kerja secara tim di kepengurusan nanti,'' ungkap Ahmad Marzuqi, yang dalam Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscablub) PSSI Jepara, Selasa (29/4) terpilih sebagai ketua Pengcab PSSI Jepara serta ketua umum Persijap.
Pria berusia 42 tahun itu mengaku sama sekali tak memiliki pengalaman duduk di lembaga struktural cabang olahraga termasuk sepak bola. Wakil Bupati yang terpilih dalam Pilbup Februari 2007 itu juga tidak masuk dalam susunan pengurus Persijap. Jangankan Persijap, di klub anggotanya pun tidak.
''Saya itu dari dulu cuma jadi penonton Persijap. Tapi kok malah diberi amanat berat, langsung dari ketua umum. Mendapatkan amanat ini saya katakan, innalillahi wainna ilaihi rajiun,'' ujar Marzuki saat ditemui selepas mengikuti muscablub.

Langsung Koordinasi
Karena itu, dia langsung berkoordinasi dengan Manajer Persijap Edy Sujatmiko. ''Saya hanya ingin amanat di Persijap ini idealnya dikerjakan bersama-sama, terutama dengan manajer.''
Dia mengakui, mengurus Persijap amat berat. Kebijakan yang akan menghapus sumber pembiayaan dari APBD secara bertahap menjadi tantangan tersendiri.
Apalagi, musim depan APBD sudah tidak bisa digunakan lagi sedangkan Persijap paling tidak harus mempertahankan zona Superliga. Tantangan paling berat perjalanan klub ini bukan pada musim 2008 melainkan 2009.
Dan, itu akan menjadi tanggung jawab besar bagi ketua umum baru. (Muhammadun Sanomae-69)


Sumber info: Suara Merdeka, Rabu, 30 April 2008

Senin, April 28, 2008

Kereta Wisata Baru Hadapi Libur Sekolah



JEPARA - Objek wisata Pantai Kartini menambah satu lagi fasilitas pendukung bagi pengunjung untuk berkeliling di tempat wisata yang dikenal berpasir putih tersebut. Fasilitas itu berupa kereta wisata Kura-kura Jepara dengan fasilitas yang cukup komplet, yakni TV 21 inch, VCD, dan tempat duduk berkapasitas 40 orang yang tergolong mewah untuk kelas kereta wisata.
Kereta wisata tersebut diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin berkeliling dengan membayar tiket Rp 3.000. Selain fasilitas ersebut, kereta wisata dilengkapi dengan musik. Bentuknya mewah terbuat dari stainless steel, penuh dengan gambar animasi tokoh kartun yang disukai anak-anak.
"Ini untuk menarik minat pengunjung yang datang ke agar tidak bosan. Target pasar kami anak-anak," ucap Manajer Pantai Kartini Prono Cahyono, Senin (28/4).
Saat ini Pantai Kartini sudah mempunyai empat kereta wisata. Tiga di antaranya berukuran besar. Sedangkan kereta wisata baru tersebut lebih bagus dari segi desain karena sudah melewati uji dan telah diperiksa spesifikasi teknik rancang bangunnya oleh DDLAJ Pemprov Jateng dengan uji tipe nomor 561.25/10653/2007. Dengan demikian, nyaman dan aman untuk dikendarai karena menggunakan sistem belok trailer.
"Kereta Kura-kura Jepara ini kami klaim termegah di Indonesia karena di objek wisata daerah lainnya belum ada. Kalau ada tidak semewah milik kami. Selain itu bisa dicarter dalam kota untuk acara wisuda, khitanan atau untuk acara ulang tahun," ujarnya.
Upaya Prono tersebut tidak lain untuk menarik wisatawan lebih banyak ke Jepara, khususnya untuk objek wisata Pantai Kartini. Alasannya, sebentar lagi musim liburan sekolah.

Libur Panjang
Prono menambahkan, menjelang libur panjang nanti, pihaknya siap memanjakan pengunjung khusunya anak-anak untuk menikmati keberadaan kereta wisata. Termasuk mengundang beberapa artis ibu kota, baik dangdut atau pop.
Pemasukan Pantai Kartini di luar Pesta Lomban setiap tahunnya ditarget Rp 178 juta, sedangkan khusus untuk Pesta Lomban Rp 185 juta.
"Kalau usulan kami diterima, Pantai Kartini akan dibangun water boom. Itu masih sebatas usulan," ungkap Prono.
Dalam sehari, menurut Ari Murtanto (30) dan Harianto (22) petugas kereta wisata Kura-kura, pengunjung ramai menaiki kereta tersebut dari kalangan anak-anak. Biasanya akhir pekan seperti Jumat, Sabtu, dan Minggu bisa melonjak hingga 500 orang.
"Dominasinya memang anak-anak. Paling ramai sekitar pukul 17:00, pengunjung bisa antre," ucap Ari sembari menyetir mengelilingi obyek wisata Pantai Kartini. (J4-54)

kepsen foto

UJI TEKNIS: Kereta wisata Kura-kura Jepara di objek Wisata Pantai Kartini sudah lolos uji teknis sehingga aman bagi para pengunjung, Senin (28/4). (54)
SM/Budi Cahyono

Sumber info: Suara Merdeka, 28 April 2008

Dibuka, Tiga Warung Baca untuk Publik

KOTA- Badan Perpustakaan, Arsip, dan Data Elektronik (Bapade) Kabupaten Jepara, Senin (28/4), membuka layanan baru kepada publik berupa rumah belajar dan warung baca.
Lokasinya tersebar di tiga titik, masing-masing di tempat wisata Pantai Kartini, sudut Alun-alun, dan rumah belajar di kantor perpustakaan daerah, Jl HOS Cokroaminoto No 10.
Layanan itu merupakan bentuk pengembangan pelayanan perpustakaan untuk memacu minat baca di kalangan masyarakat yang semakin tinggi. Selama ini masyarakat hanya mendapatkan pelayanan dari perpustakaan keliling dan perpustakaan umum. Keunggulan dari layanan ini, di antaranya dilengkapi sarana permainan anak dan koleksi buku-buku terbaru.
''Sarana penunjang ini akan bisa memacu masyarakat agar lebih gemar membaca buku sejak usia dini,'' kata Kepala Bapade, Drs Sutarto MM, kemarin.
Ia menambahkan, masyarakat Jepara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dalam kunjungan ke perpustakaan. Hal itu dinilai, tingkat kepedulian masyarakat dalam mengakses informasi dan kecintaan terhadap buku semakin baik. "Kami melihat, minat baca masyarakat sudah lebih baik, sehingga perlu mendapat apresiasi, dengan menyediakan sarana baru berupa pengembangan ruang baca," lanjutnya.
Dipilihnya lokasi warung baca di tempat wisata, diharapkan menambah nilai plus. Sambil berwisata, mereka juga dapat menikmati layanan buku yang diberikan petugas perpustakaan. Masyarakat dapat membaca buku di kawasan pantai secara gratis mulai pukul 08.00 - 17.00.
Guna mendukung kenyamanan pengunjung, juga disediakan tempat baca yang nyaman. Bentuknya berupa lokasi terbuka dan tidak disekat dalam ruangan seperti yang selama ini terdapat di Perpustakaan Umum. Masyarakat semakin rileks dan dapat menciptakan sensasi baru dalam kegiatan membaca.
Suroto, salah seorang pustakawan yang bertugas di warung baca mengatakan, "Selama ini yang biasa adalah membaca di ruangan. Dengan pengembangan ruang baca akan lebih rileks dan nyaman," aku Suroto di sela-sela melayani pengunjung.
Sri Hartini, kepala Bidang Perpustakaan Bapade menambahkan, layanan yang diberikan di rumah belajar antara lain, layanan membaca, bermain untuk anak, bercerita kepada anak, pemutaran film edukatif bagi anak dan pelatihan atau kursus-kursus yang akan diawali pada tahun ajaran 2008/2009. (H15-76)

Sumber info: Suaraa Merdeka, Selasa, 29 April 2008

Kamis, April 24, 2008

Tragedi Chernobyl Dikenang Warga Balong

JEPARA - Ribuan warga Desa Balong, Kecamatan Kembang, Jumat (25/4) malam ini akan mengenang tragedi meledaknya PLTN Chernobyl, Ukraina pada 26 April 1986.
Mereka akan menyulut paling tidak seribu lilin di kawasan Simpang Lima, dekat hutan karet desa itu, mulai pukul 19:00. Peringatan tragedi 22 tahun silam itu, dimaksudkan mengingatkan publik, tentang bahaya PLTN. Apalagi, Desa Balong disebut-sebut sebagai salah satu calon lokasi dalam rencana pembangunan PLTN Muria.
Ardian, Panitia kegiatan, Kamis (24/4) mengatakan, selain ribuan warga, kegiatan tersebut juga akan mendatangkan Habib Ahmad dari Tayu, untuk memberikan ceramah kepada masyarakat. Pentas teater yang melibatkan warga dan mahasiswa juga akan digelar. Tema teater tersebut adalah ''Penyesalan''.
Mereka telah berlatih dalam beberapa hari terakhir. ''Penyesalan mengisahkan perasaan para pengambil kebijakan, termasuk warga yang menjual tanahnya untuk pembangunan reaktor PLTN, yang kemudian meledak dan memberikan dampak buruk bagi kehidupan,'' tutur Ardian berkisah tentang penggalan kisah teater itu.

Tercemar Limbah
Tragedi Chernobyl, selama ini menjadi salah satu alasan masyarakat mengapa menolak rencana pembangunan PLTN. Taeko Kansha, perem[puan asal Jepang, pernah menulis rencana PLTN (dia menyebutnya ''genpatsu'') di Jepara. Pada Maret 1991, ibu dua anak asal Fukuoka itu -sebagaimana tertuang dalam bukunya, ''Sudahkan Terlambat?'' terbitan Yayasan Obor Indonesia- menuliskan surat panjang tentang bahaya PLTN untuk masyarakat Indonesia.
Pada 1987, tulis Kansha, pagi hari setelah konvensi nasional menyikapi tragedi itu, ada 150 orang demonstran yang turun di jalan di Tokyo.
Jumlah itu jauh lebih sedikit dibanding parade seratus ribu orang di Aoyama Dori pada saat yang sama, ketika mereka melihat Putri Diana dari Inggris yang berkunjung ke Kerajaan Jepang.
Sebagai seorang ibu, Kansha, yang hidup di antara 34 reaktor PLTN di negaranya sangat prihatin. Itu sejak tragedi Chernobyl yang limbah radiasinya sampai ke Jepang. Dia menuliskan, 70 persen pasokan bahan makanan, semacam keju, susu, jagung, dan padi-padian untuk konsumsi masyarakat Jepang adalah hasil impor dari negara-negara Eropa dan pecahan Uni Soviet yang tanah dan airnya tercemar limbah radioaktif. Itu adalah peringatan dari Taeko Kansha untuk masyarakat Indonesia, khususnya Jepara terkait bencana akibat limbah radioaktif dari meledaknya reaktor PLTN. (H15-36)

Sumber info: Suara Merdeka, Jumat, 25 April 2008

Selasa, April 22, 2008

Investasi Baru Karimunjawa 4,5 Juta Dolar AS




JEPARA- Investasi terbaru yang menancap di Karimunjawa Jepara, pada 2007 dan awal 2008 sebesar 4,5 juta dolar AS. Angka itu belum termasuk ivestasi dalam beberapa tahun sebelumnya oleh investor asing dan domestik. Diperkirakan nilainya akan bertambah, jika rencana investasi pada 2008 oleh para investor terkemuka yang masih dalam taraf penjajakan benar-benar terealisasi. Pemerintah perlu memberikan jaminan, agar penanaman modal tersebut berjalan lancar, dengan tidak meninggalkan kepentingan masyarakat setempat.
Demikian diungkapkan Bupati Jepara Hendro Martojo, Selasa (22/4). ''Investasi sebesar 4,5 juta dolar AS itu ditanamkan investor dari Italia dan Inggris,'' ungkap dia, di sela-sela persiapan pembicaraan rencana investasi berikutnya oleh beberapa investor di Karimunjawa, Kamis (24/4) besok.
Dia menjelaskan, angka Rp 4,5 juta dolar AS tersebut masing-masing investasi pengusaha Italia sebesar 2 juta dolar AS di Pulau Menyawakan, serta 2,5 juta dolar AS oleh pengusaha Inggris di Pulau Bengkoang. Perizinan untuk investasi di Pulau Bengkoang tuntas pada 2007 lalu, sedangkan di Menyawakan merupakan lanjutan dari pengembangan Kura-kura Resor oleh investor asal Swedia. ''Untuk pengerjaan proyek investasi di Menyawakan, untuk sementara ini Kura-kura Resor ditutup,'' lanjut Hendro.
Terkait pembicaraan rencana investasi besok, Hendro mengatakan akan dihadiri oleh Gubernur Ali Mufiz. Pembicaraan akan difokuskan pada tiga hal, yakni pengembangan Bandara Dewadaru di Desa Kemujan Kecamatan Karimunjawa, investasi di Pulau Menjangan Besar, serta di Pulau Geleang.
Bandara Dewadaru dinilai sebagai sarana transportasi penting untuk pengembangan pariwisata kelas dunia. Sebab jalur laut, akan membuat calon wisatawan mancanegara berpikir ulang untuk datang, apalagi saat gelombang laut tinggi di musim barat. Dia menyebut investasi untuk bandara akan ada sistem sharing antara pemerintah pusat dan daerah, terutama untuk infrastruktur. Untuk pengelolaan, investasi bandara yang bisa dipegang swasta antara lain pada pengelolaan di bidang sekuritas dan telekomunikasi.
Sementara itu, belum disebut secara terperinci bagaimana untuk pengembangan Menjangan Besar dan Geleang. Grup Bakrie disebut sebagai salah satu investor yang akan ikut dal;am pembicaraan tersebut.
Hendro juga belum memberikan paparan secara jelas bagaimana menyiapkan investasi tersebut agar memiliki efek positif kepada masyarakat. ''Prinsip pengembangan kawasan pariwisata, tidak bisa meningaglkan masyarakat setempat,'' katanya.
Bersamaan dengan kegiatan pembicaraan investasi tersebut, akan dilakukan panen budi daya permata dalam kerang laut di perairan Karimunjawa. Setidaknya ada 10.000 ekor kerang laut yang di dalamnya dibudidayakan permata dan telah siap panen. (H15)


Kepsen foto:
PERMATA: Lima butir permata hasil budidaya dalam kerang laut di perairan Karimunjawa, awal April lalu. Panen raya budi daya permata akan dilakukan Kamis (24/4) besok. SM/Muhammadun Sanomae

Sumber: Suara Merdeka, Rabu, 23 April 2008

Senin, April 21, 2008

Menyangga Tiang yang Mulai Goyah

WACANA


Oleh Hadi Priyanto


SAAT terjadi booming tahun 1998 dan industri kayu olahan menjadi tiang utama penyangga PDRB Jepara dengan share sebesar 30,07 persen, di sebuah media lokal saya membuat tulisan berjudul ‘’Mebel Ukir Pascapenjarahan’’.

Dalam tulisan ini saya mengingatkan: kalau tidak hati-hati, sokoguru perekonomian masyarakat Jepara itu bisa goyah karena kegagalan mengelola industri kayu olahan, termasuk garden furniture. Banyak pengusaha yang kembali menjadi perajin, perajin menjadi tukang, dan tukang menjadi pengangguran. Banyak gudang mebel yang kosong dan jadi sarang kelelawar, termasuk dealer mobil dan motor yang dipenuhi kendaraan tarikan kredit macet.

Beberapa alasan mendasari kekhawatiran saya saat itu, antara lain struktur harga yang keliru, persaingan tidak sehat di antara pengusaha/perajin, posisi tawar perajin lemah, minimnya kemampuan memahami keinginan pasar dan kemampuan dalam persaingan global, serta munculnya China sebagai pesaing baru. Ada persoalan pelik lain, yaitu menipisnya persediaan bahan baku pascapenjarahan di awal reformasi.

Kalau pun analisis saya tidak sepenuhnya benar, saat ini industri kayu olahan Jepara memang sedang tiarap usai mengalami pukulan bertubi-tubi. Share terhadap PDRB pun terus menurun hingga mencapai 27,44 persen (2007). Saat Perhutani memberlakukan surcharge dan deferiansi asal kayu tahun lalu, perajin kayu olahan sudah terpukul.

Surcharge adalah biaya tambahan di luar harga jual dasar (HJD) dan harga penjualan lelang (HPL), seperti surcharge penjualan dan pelayanan, dan surcharge kontrak. Sedangkan deferiansi yang terdiri atas empat tipe adalah pembedaan harga kayu berdasarkan asal kayu.

Belum lagi kenaikan bahan-bahan pendukung, termasuk BBM dan upah tenaga kerja. Padahal persaingan global menyaratkan sebuah produk memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantages), yang indikatornya terlihat dari kualitas dan harga. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan perbankan dirasa kurang familiar untuk penguatan modal para perajin.

Pukulan telak kini kembali dialami industri mebel ukir dan kayu olahan. Bukan karena makin kuatnya China dan Myanmar di pasar internasional, namun justru karena adanya SK Direksi Perum Perhutani No 010/kpts/dir/2008 yang menaikkan HJD kayu bundar jati, kayu bahan perket jati, dan kayu bakar jati yang berlaku efektif 21 Januari lalu dan diaplikasikan 4 Februari 2008.
Kenaikan juga terjadi pada HJD kayu bundar sonokeling, sonobrit, sonokembang, dan mahoni yang juga menjadi bahan baku utama industri kayu Jepara. Kenaikan untuk jati, menurut analisa Himpunan Pedagang Kayu Jepara, mencapai 20 persen lebih. Untuk mahoni sekitar 30-60 persen. Kenaikan ini terkesan dipaksakan, tanpa didahului analisa pasar atas industri perkayuan nasional yang kondisinya tidak menentu ini.

Perusahaan negara ini terlihat ingin memosisikan diri sebagai pundi-pundi uang bagi APBN, namun menjadikan perajin kecil sebagai sapi perahan. Kenaikan ini bagi perajin Jepara seperti kiamat. Meski belum ada data akurat, ditengarai ratusan perajin/pengusaha gulung tikar dan ribuan tenaga kerja menjadi pengangguran. Mereka bukan saja tak mampu membeli kayu yang kian langka dan tak terjangkau, tapi juga menanggung kerugian besar kalau memaksa terus berproduksi.

Saat tiang penyangga perekonomian Jepara mulai goyah, ada banyak PR yang harus dikerjakan bersama, untuk menyangganya. Bukan hanya pemerintah, tetapi juga seluruh stakeholders yang terkait dalam bisnis yang menyerap 70.000 orang lebih tenaga kerja dan tersebar di 159 desa itu.

Regulasi Bahan Baku
Java Teak yang kini dikelola Perum Perhutani merupakan produsen kayu jati yang membuat industri kayu olahan dan mebel ukir Jepara diminati di pasar internasional. Sebagai komponen utama bahan baku, jati menjadi faktor penentu hidup dan mati industri kerajinan ini.

Ada dua pola distribusi sehingga sampai ke para perajin/pengusaha. Pertama, pembelian langsung/kontrak dari Perhutani melalui izin khusus. Biasanya dilakukan perusahaan besar yang banyak menyerap bahan baku. Pola ini tidak menggunakan mekanisme lelang, tetapi langsung ke Perhutani dengan menggunakan HJD.

Kedua, menggunakan mekanisme lelang yang diikuti pedagang besar kayu dengan HPL. Dalam pola kedua, kayu kemudian dijual ke perajin melalui pengecer. Akibatnya mata rantai distribusi makin panjang dan harga yang mesti dibayar perajin pun jauh lebih mahal dari harga lelang. Selisihnya bisa mencapai Rp 1 juta-Rp 2 juta per m3.

Melihat kondisi industri kecil yang makin berat, Perhutani perlu meninjau ulang kenaikan HJD dan pola penjualan. Kenaikan 5-7 persen mungkin cukup realistis untuk kayu jati bundar, sedangkan untuk mahoni dan jenis sono 2-5 persen. Pola penjualan lelang dan kontrak juga perlu dijaga kualitas dan kuantitasnya secara berimbang.

Upaya memangkas jalur distribusi yang panjang dan menjaga ketersediaan bahan baku, melalui pembangunan Terminal Bahan Baku Kayu, patut segera direalisasi. Pembangunan terminal ini realistis, karena pemerintah pusat telah menetapkan Jateng sebagai Pusat Pengembangan Industri Mebel Nasional. Tempat ini sekaligus diharapkan berfungsi sebagai kontrol/pengendali harga dan kualitas kayu, serta menjaga transparansi harga kayu.

Penguatan Sentra/Cluster
Upaya ini bisa dilakukan melalui pembangunan jejaring di tingkat perajin dengan membangun sentra. Pada tingkat lebih luas bisa membentuk cluster. Hal ini penting dilakukan, sebab perajin kecil sering menjadi korban karena tak punya posisi tawar cukup kuat. Bukan saja oleh buyer dan broker yang gentayangan ke desa, tetapi juga oleh pengusaha lokal.

Tak banyak pengusaha yang bersedia memberi uang muka dan membayar tunai barang-barang yang dipesannya ketika sudah jadi. Kadang sampai 1-2 bulan baru dilunasi, ketika barang-barang yang dikerjakan telah dikirim ke luar negeri.

Penguatan sentra/cluster bisa memudahkan pemerintah dalam melakukan pembinaan, sekaligus membuka akses perajin kecil terhadap pasar, modal, teknologi, dan pemanfaatan keuangan publik. Selama ini, pemerintah sudah memberikan bantuan dan berbagai fasilitas kepada lembaga-lembaga profesi di bidang industri perkayuan. Namun manfaatnya tidak dapat dirasakan langsung oleh perajin.

Meski lembaga profesi mendapat fasilitas untuk mengikuti pameran, jarang ada yang mau terbuka kepada perajin berapa harga yang diperoleh dari pembeli dalam pameran yang dibiayai pemerintah. Ke depan, pameran diberikan kepada event organizer (EO) independen yang bertindak sebagai penjamin bagi produk yang ditawarkan.

Penguatan cluster juga dapat menstimulasi inovasi produk melalui eksplorasi produk-produk yang dihasilkan dan pemahaman terhadap keinginan pasar.
Kecenderungan produk yang marketable dapat dilihat di berbagai pameran tingkat dunia, atau perajin Jepara membuat desain sendiri dan menawarkannya ke pasar via pameran.

Upaya menyangga tiang yang mulai goyah memang perlu dilakukan. Kita mungkin terlalu berharap kepada Jepara Trade and Tourism Center (JTTC) yang mengemban empat fungsi: promotion center, design center, klinik HAKI, dan tourism information center. Namun JTTC masih gamang menentukan posisinya. Semoga Jepara kembali bangkit! (32)

—Hadi Priyanto, Kabag Inkom Sekretariat Daerah Kabupaten Jepara

Sumber: Suara Merdeka, 27 Februari 2008

Minggu, April 20, 2008

Sambut Hari Kartini, Perempuan Curhat ke Bupati



JEPARA - Seribuan perempuan dari keluarga besar Nahdlatul Ulama, Minggu kemarin menggelar ''Dakwah Budaya'' untuk menyambut peringatan HUT Ke-129 RA Kartini.
Rangkaian kegiatan dimulai dari gedung NU, peserta berjalan sambil menyanyi dan membaca shalawat gender --yang berisi keluhan kaum perempuan--, orasi di Tugu Kartini, dan diakhiri dialog dengan Bupati dan sejumlah pejabat di Pasar Jepara Satu.
''Orang mulia pasti memuliakan perempuan,'' tandas Ketua PCNU H Nuruddin Amin saat membuka kegiatan di gedung NU Jalan Pemuda Nomor 51 Jepara.
Aksi yang diprakarsai Lembaga Kesejahteraan Keluarga NU (LKKNU), Fatayat NU, dan IPPNU, serta mendapat dukungan kaum lelaki, menurut ketua panitia Deni Fatmi, untuk menyampaikan aspirasi kaum perempuan yang masih terasa dipinggirkan.
''Bukan hanya soal keadilan bagi perempuan, masalah pendidikan juga harus mendapatkan perhatian serius. Jika tidak, selamanya bangsa ini akan terbelakang,'' tegas Deni Fatmi.
Ada dua spanduk yang digelar di sepanjang Jalan Pemuda, Tugu Kartini, Jalan Kartini, Jalan Diponegoro (Pecinan) hingga ke lokasi dialog di lantai dua Pasar Jepara Satu (Ratu).
Sebuah spanduk bertulisakan ''Selamanya tidak akan setara jika perempuan masih dianggap sebagai barang''. Yang lain ''Wujudkan kesetaraan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi perempuan''.

Bukan Demo
Ketua PC Fatayat NU Kabupaten Jepara Imronah Hanani SPd aksi dakwah budaya yang dilaksanakan sehari menjelang peringatan Hari Kartini, bukanlah demo.
''Lebih pas, aksi ini disebut sebagai curhat kaum perempuan kepada Bupati Jepara beserta aparat Pemkab,'' ungkapnya.
Hal pokok yang dikemukakan, persoalan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui koperasi. Untuk menumbuhkan koperasi yang dikelola kaum perempuan agar Pemkab mendukung dengan topangan anggaran dari APBD.
Persoalan lain yang mencolok, semakin mahalnya biaya pendidikan SD/MI, SMP/MTs, walau sudah mendapat topangan dana BOS.
''Bahkan sekarang muncul isu, BOS akan dihilangkan yang dapat memicu sekolah untuk berlomba menaikkan SPP. Padahal, ada BOS saja, SPP tetap tinggi, apalagi jika BOS dihapus,'' tandasnya.
Dengan aspirasi yang telah disampaikan langsung kepada Bupati Drs Hendro Martojo MM, Hanani berharap, Pemkab dapat menyikapi secara bijak. Walau tidak semua aspirasi bisa terkabulkan, paling tidak ada prioritas mendesak yang mendesak ditangani.
Hendro yang didampingi sejumlah pejabat teras mulai kepala dinas/badan hingga kabag di Setda, termasuk Ir Inah Nuroniah MSi, kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan, Pemuda dan Olahraga Setda, menyatakan akan menampung semua aspirasi yang disampaikan.
Pada awal dialog, Hendro memaparkan langkah dan kebijakan Pemkab. Dia juga mengulas perjuangan dan kiprah perempuan Jepara mulai RA Kartini hingga ''kartini-kartini'' Jepara yang yang terjun dalam berbagai bidang. (kar-69)

Sumber: Suara Merdeka, 21 April, 2008

400 Croser Ramaikan VBJA




JEPARA- Sebanyak 400 crosser meramaikan Jepara dalam kegiatan bertajuk "Visit Bumi Jepara Adventure 2008" (VBJA) yang berlangsung start dan finis di Pantai Tirto Samudro atau biasa disebut Bandengan, Minggu (20/4).
Para crosser yang mengendarai motor trail ini datang dari berbagai daerah di Jawa Tengah seperti, Wonosobo, Solo, Blora, Cepu, dan daerah luar Jateng, termasuk tamu undangan dari Bali, Bogor, Bandung, dan Surabaya. Mereka harus bersusah payah menaklukkan medan yang cukup ekstrem yang sudah dirancang oleh panitia.
Untuk tahun ini peserta lebih banyak dibanding tahun sebelumnya. Para penikmat adrenalin ini mendapat sorakan dan tepuk tangan meriah dari penonton yang sebagian besar warga yang dilewati rute tatkala berhasil melewati tantangan, tetapu akan mendapat sorakan hu...hu... saat motor terbalik tak kuasa melewati tanjakan yang terjal. Tidak hanya itu, warga pun terlibat membantu para crosser yang tidak bisa melewati bukit terjal. Dengan alat bantu tali, warga beramai-ramai menarik satu per satu peserta ke tempat yang aman.
"Rute kali ini dibanding tahun lalu memang temasuk ekstrem, tapi lebih ekstrem tahun kemarin, walau treknya hampir sama dengan tahun lalu, yakni lewat sungai, bukit. Yang paling sulit melalui sungai kecil terus didepan sudah ada trek tanjakannnya," ucap Afif (31) croser asal Jepara.

Rute Ekstrem
Selain menyalurkan hobi, para peserta lebih bisa mengakrabkan dengan peserta lainnya. Yang jelas, menurut mereka, selain hobi tersalurkan, juga rasa kebersamaan di antara crosser bisa terjalin. "Ini hanya fun saja. Kalau ekstrem, ini masih kurang ekstrem. Masih banyak jalan aspalnya. Untuk tahun depan lebih banyak trek alamnya, karena merupakan suatu tantangan tersendiri," kata Agus (42) peserta dari Parakan bersama 24 orang yang tergabung dalam Tim Tractor.
Menurut panitia, Samsul Arifin, kegiatan ini tetap rutin diselenggarakan setiap tahun. Jika tahun lalu Jepara selatan dipilih untuk menaklukkan rute ekstrem, tetapi tahun ini Jepara bagian selatan dipilih untuk kegiatan kali ini. "Untuk tahun depan, rencananya akan berlangsung dua hari dengan mengambil rute lereng Muria. Star dari Kudus finis Jepara atau sebaliknya. Kami sudah berkoordinasi dengan Kudus," ungkap Samsul, Minggu (20/4).
Samsul menambahkan, selain untuk petualangan (adventure) kegiatan ini juga untuk memperkenalkan wisata di Kabupaten Jepara dan mengakrabkan komunitas penyuka olahraga adrenalin ini. Walau trek masih terbilang lumayan sulit, tetapi sebagian besar peserta rute yang dilalui terlalu pendek. (J4-36)

Sumber: Suara Merdeka, Senin, 21 April 2008

Jumat, April 18, 2008

Meneruskan Spirit Pembebasan dari Jepara

Sumber: Suara Merdeka, April 2008


TANGGAL 21 April merupakan tanggal yang memiliki makna sangat mendalam bagi kaum wanita. Bagaimana perjuangan RA Kartini untuk menyetarakan gender dengan kaum laki-laki. Sosok bernama RA Kartini sebagai seorang putri bangsa Indonesia adalah pencerah dan kebanggaan bagi bangsa ini. Perjuangan RA Kartini juga tersirat dalam kegiatan perempuan di Kabupaten Jepara. Wartawan Suara Merdeka Budi Cahyono melaporkan dalam beberapa tulisan.


Tulisan 1

Meneruskan Spirit Pembebasan dari Jepara

ADA tiga tokoh perempuan yang mewarnai sejarah kehidupan masyarakat Jepara, yaitu Ratu Shima, Ratu Kalinyamat dan Raden Ajeng (RA) Kartini. Ketiga tokoh ini telah memainkan peran yang sangat penting pada zamannya. Ratu Shima, menurut dua catatan berita China yang ditulis Ch'iu T'ang Shu dan Hsin T'ang Shu pada jaman dinasti T'ang (618-906 M) diberitakan bahwa pada tahun 674 M di Jawa Tengah terdapat kerajaan Holing atau Kalinga (sekarang Kecamatan Keling) yang diperintah Ratu Shima atau Ratu Hsi-mo. Menurut catatan, Ratu Shima memimpin pemerintahannya dengan sangat baik, keras dan adil sehingga tingkat kesejahteraan rakyatnya sangat tinggi. Ia menerapkan hukum yang sangat adil termasuk kepada putera mahkotanya yang ketahuan menginjak pundi-pundi emas yang dipasang di jalan untuk menguji kejujuran rakyatnya. Oleh Ratu Shima putera mahkota tersebut dijatuhi hukuman potong jari-jari kakinya meskipun para menteri telah memohon ampunan atas kesalahan putera mahkota. Kejadian ini menunjukkan bahwa hukum betul-betul ditegakkan dengan baik dan adil hingga ada kepatuhan rakyat dan penguasa terhadap hukum yang berlaku.
Ratu Kalinyamat yang dinobatkan sebagai penguasa Jepara pada 10 April 1549 merupakan tokoh yang anti kolonial. Ia pernah dua kali membantu Kerajaan Malaka untuk menyerang Portugis yang menduduki Malaka. Meskipun kedua serangan ini tidak mampu mengusir Portugis dari Malaka, pengaruhnya terhadap percaturan politik dan perdagangan waktu itu sangat besar. Portugis tidak berani lagi menduduki Pulau Jawa. Karena keberanian Ratu Kalinyamat ini, oleh orang-orang barat ia dijuluki sebagai Rainha de Jepara Senora Pade Rosa de Rica (Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya)
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, Jepara menjadi pusat perdagangan dan Bandar Pelabuhan utama di pantai utara Jawa. Ia juga berhasil memajukan perekonomian rakyat dengan mengembangkan kerajinan ukiran yang merupakan penggabungan antara motif China dengan Majapahit. Bukti ini dapat kita lihat di ornamen Masjid Mantingan, satu komplek dengan makan beliau dan suaminya Sultan Hadlirin. Karena ketokohan ini pula, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara telah mengusulkan kepada Departemen Sosial agar Ratu Kalinyamat diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
RA Kartini barangkali tidak hanya menjadi milik Indonesia tetapi juga dunia. Perjuangan RA Kartini menuntut persamaan derajat antara pria dengan wanita tidak hanya mendobrak kultur feodalis dan paternalistik, tetapi telah mengilhami perempuan-perempuan dunia ketiga dalam melawan diskriminasi terhadap perempuan. RA Kartini "memberontak" atas dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam sebuah tradisi yang mengejawantahkan perempuan pada posisi sub-ordinat bagi laki-laki. Namun karena begitu kokohnya faktor sosial budaya dan feodalisme yang membelenggu RA Kartini, akhirnya ia menjadi korban dari sistem nilai tersebut. Itu disadari betul oleh RA Kartini dalam salah satu suratnya yang mengatakan "Kami akan menggoyahkan gedung feodalisme itu dengan segala tenaga yang ada pada kami. Dan andaikan hanya ada satu potong batu yang jatuh, kami akan menganggap hidup kami tidak akan sia-sia".
Melihat sejarah perjuangan ketiga tokoh tersebut, masyarakat Indonesia khususnya Jepara mempunyai tugas yang sangat berat untuk meneruskan cita-cita dan perjuangan mereka dari berbagai sisi kehidupan. Selain meneruskan perjuangannya, tugas berat tersebut menurut Ketua Komisi C DPRD Jepara, Nurul Aini adalah kewajiban untuk meluruskan pandangan atas tafsir sejarah Ratu Kalinyamat. Sebagaimana diketahui, untuk kepentingan kolonial, penjajah telah menciptakan stigma negatif atas laku tetirah Ratu Kalinyamat yaitu Lukar Busana Sinjang Rambut di Hutan Donorojo. Padahal sejatinya istilah lukar busana sinjang rambut ini memiliki makna simbolik yaitu meninggalkan kesenangan dunia dengan mendekatkan diri kepada sang pencipta. Bukan dalam arti menjalankan laku bugil dengan rambut terurai.
Terkait dengan upaya meneruskan perjuangan ketiga tokoh tersebut, pada tataran sekarang ini diakui Nurul Aini, bahwa perempuan di Jepara sudah menunjukkan peran yang sangat stategis di berbagai sektor pembangunan, namun harus diakui pula bahwa masih banyak terdapat kekuranggannya. Sebagai contoh, implementasi ketentuan keterwakilan perempuan dalam parlemen yang menyaratkan minimal 30 persen belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh perempuan di Jepara. Terbukti dari 45 anggota DPRD Jepara, hanya ada 5 orang perempuan yang menjadi anggota DPRD.
Oleh karena itu ia berharap kepada perempuan di Jepara untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Caranya perempuan harus proaktif memanfaatkan peluang yang ada dan meningkatkankan keterlibatannya dalam partai politik. "Peluang sudah dibuka pemerintah, tinggal bagaimana perempuan mampu menjemput peluang tersebut", katanya.
Senada dengan Nurul Aini, anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Jepara, Dra Hj Cholilah Mawardi memandang ketentuan keterwakilan perempuan sebesar 30% di parleman merupakan sebuah kemajuan dalam pengarusutamaan gender.Tetapi menurutnya, sebagai hal baru ketentuan ini belum dapat diimplementasikan sepenuhnya di lapangan mengingat perempuan masih memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia (SDM). Untuk itu ia berharap agar partai politik terus melakukan pembinaan dan pendidikan kepada kader-kader perempuannya agar siap menerima estafet tersebut.
Menurut Ketua Forum Kajian Jender (FKJ) PMII Cabang Jepara, Ismawati, tugas berat yang diemban Jepara dalam meneruskan perjuangan tiga tokoh tersebut harus diawali dengan membangun kesetaraan gender. Diakuinya bahwa kesetaraan gender sekarang ini sudah dirasakan di berbagai sektor utamanya sector public. Namun untuk ranah domestik di rumah tangga menurutnya masih memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Demikian halnya dalan hal keterwakilan perempuan sebesar 30% juga diakuinya berangsur-angsur menunjukkan suatu kemajuan, hanya belum semua partai politik di Jepara mampu mengimplementasikan kebijakan ini. Bahkan menurutnya ada salah satu partai politik yang belum memiliki keinginan mengimplementasikan ketentuan ini dalam waktu dekat.
Partisipasi perempuan di sektor informal juga dipandang Suryani (28), seorang staf perusahan furnitur juga semakin baik. Dalam hal pekerjaan, penerapan pengupahan dan jam kerja serta hak-hak pekerja lainnya tidak ada diskriminasi antara laki-laki dengan perempuan. Menurut perempuan yang berasal dari Medan tersebut berbagai hak pekerja kadang kala tidak diberikan secara maksimal sesuai ketentuan ketenagakerjaan lebih karena kondisi perusahaan yang akhir-akhir ini membaik. Misalnya, hak cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid, dan jamsostek yang sekarang ini semakin dikurangi oleh sebagian perusahaan. Tetapi menurutnya ini bersifat kasuistis.
Proses Panjang
Terkait dengan upaya meneruskan sejarah perjuangan tiga tokoh tersebut, menurut Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan, Pemuda dan Olahraga Setda Jepara, Ina Nuroriyah, MSi merupakan sebuah proses yang panjang. Sebagaimana perjuangan RA Kartini sampai kemajuan yang diperoleh hasil seperti sekarang ini adalah memerlukan proses menuju ke lebih baik.
Sebagai contoh dalam hal keterlibatan perempuan di birokrasi di Jepara, dahulu hampir semua jabatan penting dipegang lelaki. Namun seiring dengan kemajuan dan peningkatan kualitas sumber daya perempuan, sekarang di Jepara jabatan-jabatan penting sudah banyak di pegang oleh perempuan. Contohnya, ada 20 perempuan yang menduduki jabatan eselon III di Pemkab Jepara, 125 kepala sekolah perempuan, 8 kepala desa dan lain-lain. Ia optimis, ke depan banyak perempuan Jepara yang berhasil menduduki jabatan-jabatan penting baik di birokrasi maupun di bidang politik.
Namun, menurut Ina, berbagai kemajuan yang berhasil diraih perempuan Jepara bukan merupakan tujuan akhir. Ia merupakn hasil sebuah proses. Yang lebih penting menurutnya adalah terus menjaga dan melestarikan semangat dan spirit perjuangan ketiga tokoh tersebut. Tanpa semangat itu, kita akan selalu tertinggal oleh kemajuan zaman. Dan bukti untukmengharumkan nama RA Kartini, tempat-tempat strategis diberi nama Kartini, seprti Museum RA Kartini, Stadion Gelora Bumi Kartini, RSUD Kartini, majalah, radio, dan obyek wisata Pantai Kartini.


Tulisan 2:

Bupati Jepara :Tingkatkan Spektrum Pewarisan

KELAHIRAN sosok bernama RA Kartini sebagai seorang putri bangsa Indonesia adalah pencerah dan kebanggaan bagi bangsa ini. RA Kartini tidak hanya lahir ke dunia dengan pemikiran dan gagasan perjuangan semata, tetapi diaktualisasikan dalam praktek usaha pengentasan kaum perempuan dari adat istiadat yang membelenggu kemajuan. Bahkan lebih dari itu, Kartini juga berjuang untuk kemajuan masyarakat secara umum, termasuk dalam bidang ekonomi dengan cara "training" kepada para perajin. Dialah yang mengenalkan karya pribumi ke mancanegara. Tak hanya itu RA Kartini juga telah merubah orientasi seni ukir dari hanya untuk seni ke arah industri.
Jarak selama 129 tahun sejak RA Kartini dilahirkan adalah rentang panjang sebuah perjalanan waktu. Rentang waktu ini memungkinkan pewarisan nilai-nilai perjuangannya semakin menipis. Jika pada zamannya Kartini telah hadir dengan pemikiran yang jauh melampaui batas-batas dimensi waktu, maka diperlukan upaya untuk mempertahankan semangat dan nilai perjuangan itu.
"Kapan dan dimanapun, kita harus senantiasa meningkatkan spektrum pewarisan nilai-nilai perjuangan Beliau. Ibarat listrik, kita harus selalu memasang travo baru agar voltasenya selalu sama antara sumber listrik sampai pada titik terjauh," demikian Bupati Jepara Drs Hendro Martojo MM mengibaratkan.
Sampai kapanpun rentang waktu memisahkan RA Kartini dengan generasi berikutnya, bagi Hendro Martojo, semangat RA Kartini tidak boleh menipis. Maka, sebagai pewaris RA Kartini masyarakat diharapkan selalu mengaktualisasikan semangat itu dari sisi apapun. "Entah itu dari peranan dan pemberdayaan perempuan, kelembagaan, ketrampilan, maupun intelektualitas dan kompetensinya," lanjut Hendro.
Pemkab Jepara sendiri, menurutnya, senantiasa memberikan ruang yang memungkinkan perjalanan kiprah perempuan di Jepara ibarat melewati jalan tol. "Jadi tidak ada hambatan sedikit pun. Bahkan kita selalu memotivasi agar kiprah kaum perempuan selalu meningkat," katanya. Dalam penataan struktur organisasi, tugas pokok, dan fungsi di jajaran Pemerintah Kabupaten Jepara terdapat Bagian Pemberdayaan Perempuan, Pemuda, dan Olahraga di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKDP) Sekretariat Daerah. Ini merupakan upaya untuk lebih mengedepankan pelaksanaan program kerja dari sisi perempuan. "Ini kado bagi perempuan Jepara pada peringatan HUT Kartini ke-129," tambah Hendro.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) di Jepara, pemberdayaan perempuan tertuang dalam pelaksanaan program tahunan, diantaranya, peningkatan kepemimpinan wanita; peningkatan pendidikan dan ketrampilan perempuan, perbaikan pangan dan gizi, perlindungan perempuan dan anak, serta peningkatan dan organisasi antara lembaga dan organissi perempuan.
Merunut RPJM tersebut, dalam APBD Kabupaten Jepara tahun 2008 telah diprogramkan sejumlah kegiatan. Kegiatan Pemberdayaan Politik Perempuan, diarahkan untuk mengkader perempuan di bidang politik sehingga diharapkan akan muncul kader politik perempuan baru yang kapabel. Sebagai upaya peningkatan peran publik perempuan di tengah-tengah masyarakat, terdapat kegiatan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan Gender. Pada akhirnya, ini akan mendukung program pembangunan PemkabJepara yang dilakukan bersama masyarakat dengan perimbangan gender.
Sejumlah organisasi perempuan juga terus dibantu pemerintah. Berikutnya dilakukan pembinaan masyarakat melalui kerjasama dengan organisasi wanita. Pada tahun yang sama, dilakukan program penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap anak dan perempuan.
"Khusus dalam rangka penanganan KDRT, Jepara telah memiliki rumah aman," ujar bupati yang kemudian melanjutkan, "Lewat anggaran daerah, juga dibentuk tim advokasi dalam pendampingan korban KDRT." Di Jepara, selama tahun 2007 terdapat sekitar 40 kasus KDRT. Sedangkan pada tahun ini sudah ada lima kasus tentang ini.
"Namun segala dorongan itu pada akhirnya kembali ke kaum perempuan sendiri. Mereka mau memanfaatkannya atau tidak," tegas Bupati. Pemberdayaan perempuan dan tidak adanya bias gender dalam sistem yang dibangun di Pemkab Jepara, bisa dilihat dari jenjang karir Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah tersebut. "Intinya, untuk meningkatkan spektrum pewarisan nilai perjuangan RA Kartini, segala perubahan untuk kemajuan perempuan harus selalu kita dorong karena itu memang perlu," imbuhnya.
Meski demikian, Hendro menggariskan, bukan berarti perubahan itu lalu meninggalkan akar budaya dalam kiprah perempuan itu sendiri, baik dari sisi fisik, agama, budaya, kesehatan, maupun adat istiadat.
"Apa mungkin dengan alasan gender lalu perempuan tak mau melahirkan anak." candanya. Bagaimanapun, dalam kemajuan suatu bangsa ada rambu-rambu dan koridor yang harus diperhatikan. "Jangan sampai karena kariernya tinggi lalu meninggalkan keluarga," tandasnya.
"Bagi sebagian bangsa barat, seorang bayi yang baru lahir bisa saja dititipkan pengasuhannya pada orang lain," kata Hendro lagi. Tapi hal itu tentu tak mungkin dilakukan bangsa Indonesia, apalagi jika dikaitkan dengan kepentingan tumbuh kembang anak.
Tak hanya bagi perempuan
Bagi Hendro Martojo, RA Kartini tak hanya berjuang untuk meningkatkan derajat kaum perempuan. "Emansipasi hanyalah sasaran antara untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa bumi putera. Sebab melalui ibu yang cerdas dan berbudi pekerti luhur akan dapat lahir generasi yang lebih baik" kata Hendro Martojo. Karena itu ia memberikan apresiasi dan penghargaan kepada parempuan Jepara yang tak hanya memperhatikan fungsi domestiknya sebagai ibu rumah tangga, tetapi telah ambil bagian dalam pembangunan masyarakat disekitarnya, termasuk kader-kader PKK di pelosok desa yang berjuang tanpa kenal lelah.
Namun ia mengingatkan, hendaknya dalam berafktivitas di ranah publik, perempuan Jepara seharusnya tetap memberikan perhatian yang seimbang di fungsi domestiknya, sebagai ibu rumah tangga. Sebab bisa menjadi tanpa makna keberhasilan di domain publik tanpa diimbangi keberhasilan di domain domestik. Format peran yang berimbang ini menjadi bagian dari perjuangan RA Kartini.


Tulisan 3

Bertumpu Pada Peran Kader

KETIKA terjadi perubahan kekuasaan di negeri ini, upaya pemberdayaan kaum perempuan terutama di tingkat bawah nyaris di tinggalkan. PKK dinilai tidak lagi relevan dalam laju pembangunan bangsa. Padahal jika kita mau jujur PKK dapat berfungsi sebagai agen perubahan serta membantu program-program pemerintah.
Beruntung keadaan ini tidak terjadi di Jepara. PKK yang memiliki basis hingga ke tingkat bawah justru semakin diberdayakan untuk turut aktif dalam pembangunan daerah. Melalui program yang dijabarkan dalam kegiatan 10 program pokok PKK mampu mewujudkan peran aktif perempuan dan upaya pemberdayaan kaum perempuan. Melalui kelompok kerja (pokja-pokja) yang terbentuk perempuan terlibat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga atau masyarakat.
Seperti yang terjadi di Kelurahan Demaan, Kecamatan Jepara misalnya, kelompok dasa wisma yang merupakan kelompok terkecil kader PKK yang terdiri dari 10 rumah tangga menjadi ujung tombak bagi pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD) di wilayah tersebut justru ujung tombaknya berada pada kaum perempuan yang tergabung dalam kelompok dasa wisma yang berperan sebagai juru pemantau jentik.
Menurut Ketua Tim Penggerak PKK Ny Endang Hendro Martojo, program pembangunan yang dijalankan pemerintah sangat berjalan efektif berkat bantuan kader-kader perempuan yang tergabung dalam berbagai organisasi bukan hanya PKK saja. Selain PKK masih ada organisasi wanita yang turut membantu program-program pemerintah, seperti kelompok pengajian, Fatayat, Muslimat, Asyiah, Dharma Wanita, Bhayangkari, dan sebagainya. Namun peran kader PKK memang sangat menonjol.
Kegiatan pelaksanaan 10 program PKK yang dijabarkan dalam pokja-pokja tersebut cukup efektif membantu program pemerintah seperti di bidang kesehatan. "Posyandu balita dan lansia yang saat ini sedang digalakkan pemerintah dalam upaya menuju Indonesia sehat 2010 juga tidak lepas dari peran perempuan melalui PKK " katanya.
Berdasarkan data yang tercatat hingga akhir 2007 setidaknya terdapat 21.950 kader umum dan 17.555 kader khusus dengan jumlah kelompok 1.017 kelompok PKK RW, 4.468 kelompok PKK RT, dan 13.430 kelompok Dasa Wisma.
Kegiatan PKK berpengaruh positif bagi upaya pemberdayaan ekonomi perempuan. Pembekalan keterampilan untuk kader PKK dan perempuan Jepara bertujuan untuk mengangkat derajat kaum wanita agar bisa mandiri dan tidak tergantung suami. Kader PKK dibekali keterampilan-keterampilan yang dapat dikembangkan bersama dengan kelompoknya. "Melalui kelompok mereka mengembangkan potensi yang dimiliki, kebanyakan dibidang kerajinan, seperti membuat kerudung, makanan kecil, dan usaha rumah tangga lainnya melalui usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS). Melalui program ini selain dapat memberdayakan kaum perempuan, mereka yang terlibat dapat pula membantu ekonomi keluarga" papar istri Bupati Hendro Martojo ini.
Upaya lain seperti yang terlihat dalam upaya pemberantasan buta huruf melalui program Keaksaraan Fungsional (KF) di Desa Blingoh, Kecamatan Keling semua penggeraknya adalah kaum perempuan. "Dari perempuan untuk perempuan", ujar Hariati tutor KF Desa Blingoh. Ia bersama kader PKK lainnya hampir setiap sore memberikan pelayanan baca tulis untuk para perempuan buta aksara di desanya. Selain mengajari baca tulis peserta dibekali ketrampilan agar dapat dimanfaatkan untuk membantu ekonomi keluarganya.
Usaha simpan pinjam juga dilakukan kader PKK untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan kaum perempuan. Setidaknya ada yang peduli dengan keberadaan perempuan baik, mereka yang kekurangan modal dapat teratasi melalui program simpan pinjam Tempat Pelayan Koperasi (TPK) wanita. "Dari modal awal Rp 1,5 juta dalam satu tahun berkembang menjadi Rp 5,3 juta," ujar Tinsyiah Ketua TPK wanita yang merupakan kader PKK Desa Ngasem, Kecamatan Batealit.
Sekilas terlihat upaya ini terbukti mampu membantu kesulitan perempuan dalam mengatasi persoalannya sendiri terutama terkait dengan akses mereka yang lemah ke perbankan. Perempuan telah menunjukkan jati dirinya bahwa mereka dapat mandiri dan tak selamanya bergantung suami.
Panti Ketrampilan
Singkat, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan perjalanan hidup RA Kartini. Dua puluh lima tahun terasa belum cukup untuk memaknai sebuah kehidupan seorang RA Kartini. Namun sosok pemikir yang melampui masanya tersebut telah menjadi inspirasi kaum perempuan dalam memberdayakan dirinya.
Memang pemikiran Kartini tentang pengarusutamaan gender diakui Ny Hendro Martojo menjadi inspirasi kaum wanita Jepara untuk terus maju. Sepak terjang serta kiprah RA Kartini dalam mengangkat derajat kaumnya terutama melalui bekal keterampilan yang diberikan menggugah kaum perempuan Jepara untuk melakukan hal yang sama. "Jika RA Kartini berani berbuat, kenapa kita tidak sedang fasilitas dan kesempatan untuk itu sangat terbuka lebar," ujarnya.
Disadari untuk mencapai itu semua tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan kerjasama dan sinergitas terutama dalam mencapai visi pengarusutamaan gender. Untuk itulah maka tak heran jika ia pun menggandeng sejumlah dinas atau instansi di lingkungan Pemkab untuk bersatu memajukan kaum perempuan. Sebanyak 10 instansi daerah telah digandengannya diantaranya Disnakerdukcapil, Dinas Indagkop, dan Dinas P dan K.
Melalui kerjasama yang terbentuk inilah kemudian diwujudkan dalam sebuah pendirian panti keterampilan yang ditujukan bagi para remaja, tak hanya perempuan. Panti yang bergerak dalam bidang keterampilan ini selian membekali life skill juga pembinaan bagi peningkatan kesejahteraan dan ekonomi keluarga. "Semua masyarakat di beri kesempatan terutama perempuan namun tidak menutup kemungkinan kaum laki-laki, gender kan bukan hanya perempuan saja," tegasnya.
Mereka akan dibekali ketrampilan untuk dapat berwirausaha sendiri. Menumbuhkan jiwa entrepreneur menjadi tujuan agar peserta nantinya dapat membuka usaha mandiri. Panti ini diasuh oleh Dra Dian Sekar Tanjung, dimana para peserta tergabung dalam beberapa angkatan. Terdapat beberapa alternatif pilihan bagi para peserta mulai dari keterampilan menjahit, rias wajah, potong rambut, dan rias kecantikan. "Setelah kita dorong mereka kini banyak yang telah membuka usaha sendiri," papar ibu empat anak ini.
Ia pun memaparkan upaya memberdayakan perempuan di Jepara telah mencapai keberhasilan tidak hanya pada kecakapan hidup namun juga pola pikir serta perilaku masyarakatnya. Angka buta huruf di Jepara mengalami penurunan setelah Jepara berhasil meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ke arah peningkatan kelompok belajar usaha (KBU) serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting gizi dan kesehatan keluarga. "Ini semua motor penggeraknya adalah kader-kader wanita, penerus perjuangan RA Kartini," katanya.