Selasa, April 29, 2008

Dari Penonton ke Ketua Umum Persijap



''SAYA tidak memiliki bekal apa-apa untuk mengurus Persijap. Namun karena saya dipercaya, saya berharap ada kerja secara tim di kepengurusan nanti,'' ungkap Ahmad Marzuqi, yang dalam Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscablub) PSSI Jepara, Selasa (29/4) terpilih sebagai ketua Pengcab PSSI Jepara serta ketua umum Persijap.
Pria berusia 42 tahun itu mengaku sama sekali tak memiliki pengalaman duduk di lembaga struktural cabang olahraga termasuk sepak bola. Wakil Bupati yang terpilih dalam Pilbup Februari 2007 itu juga tidak masuk dalam susunan pengurus Persijap. Jangankan Persijap, di klub anggotanya pun tidak.
''Saya itu dari dulu cuma jadi penonton Persijap. Tapi kok malah diberi amanat berat, langsung dari ketua umum. Mendapatkan amanat ini saya katakan, innalillahi wainna ilaihi rajiun,'' ujar Marzuki saat ditemui selepas mengikuti muscablub.

Langsung Koordinasi
Karena itu, dia langsung berkoordinasi dengan Manajer Persijap Edy Sujatmiko. ''Saya hanya ingin amanat di Persijap ini idealnya dikerjakan bersama-sama, terutama dengan manajer.''
Dia mengakui, mengurus Persijap amat berat. Kebijakan yang akan menghapus sumber pembiayaan dari APBD secara bertahap menjadi tantangan tersendiri.
Apalagi, musim depan APBD sudah tidak bisa digunakan lagi sedangkan Persijap paling tidak harus mempertahankan zona Superliga. Tantangan paling berat perjalanan klub ini bukan pada musim 2008 melainkan 2009.
Dan, itu akan menjadi tanggung jawab besar bagi ketua umum baru. (Muhammadun Sanomae-69)


Sumber info: Suara Merdeka, Rabu, 30 April 2008

Senin, April 28, 2008

Kereta Wisata Baru Hadapi Libur Sekolah



JEPARA - Objek wisata Pantai Kartini menambah satu lagi fasilitas pendukung bagi pengunjung untuk berkeliling di tempat wisata yang dikenal berpasir putih tersebut. Fasilitas itu berupa kereta wisata Kura-kura Jepara dengan fasilitas yang cukup komplet, yakni TV 21 inch, VCD, dan tempat duduk berkapasitas 40 orang yang tergolong mewah untuk kelas kereta wisata.
Kereta wisata tersebut diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin berkeliling dengan membayar tiket Rp 3.000. Selain fasilitas ersebut, kereta wisata dilengkapi dengan musik. Bentuknya mewah terbuat dari stainless steel, penuh dengan gambar animasi tokoh kartun yang disukai anak-anak.
"Ini untuk menarik minat pengunjung yang datang ke agar tidak bosan. Target pasar kami anak-anak," ucap Manajer Pantai Kartini Prono Cahyono, Senin (28/4).
Saat ini Pantai Kartini sudah mempunyai empat kereta wisata. Tiga di antaranya berukuran besar. Sedangkan kereta wisata baru tersebut lebih bagus dari segi desain karena sudah melewati uji dan telah diperiksa spesifikasi teknik rancang bangunnya oleh DDLAJ Pemprov Jateng dengan uji tipe nomor 561.25/10653/2007. Dengan demikian, nyaman dan aman untuk dikendarai karena menggunakan sistem belok trailer.
"Kereta Kura-kura Jepara ini kami klaim termegah di Indonesia karena di objek wisata daerah lainnya belum ada. Kalau ada tidak semewah milik kami. Selain itu bisa dicarter dalam kota untuk acara wisuda, khitanan atau untuk acara ulang tahun," ujarnya.
Upaya Prono tersebut tidak lain untuk menarik wisatawan lebih banyak ke Jepara, khususnya untuk objek wisata Pantai Kartini. Alasannya, sebentar lagi musim liburan sekolah.

Libur Panjang
Prono menambahkan, menjelang libur panjang nanti, pihaknya siap memanjakan pengunjung khusunya anak-anak untuk menikmati keberadaan kereta wisata. Termasuk mengundang beberapa artis ibu kota, baik dangdut atau pop.
Pemasukan Pantai Kartini di luar Pesta Lomban setiap tahunnya ditarget Rp 178 juta, sedangkan khusus untuk Pesta Lomban Rp 185 juta.
"Kalau usulan kami diterima, Pantai Kartini akan dibangun water boom. Itu masih sebatas usulan," ungkap Prono.
Dalam sehari, menurut Ari Murtanto (30) dan Harianto (22) petugas kereta wisata Kura-kura, pengunjung ramai menaiki kereta tersebut dari kalangan anak-anak. Biasanya akhir pekan seperti Jumat, Sabtu, dan Minggu bisa melonjak hingga 500 orang.
"Dominasinya memang anak-anak. Paling ramai sekitar pukul 17:00, pengunjung bisa antre," ucap Ari sembari menyetir mengelilingi obyek wisata Pantai Kartini. (J4-54)

kepsen foto

UJI TEKNIS: Kereta wisata Kura-kura Jepara di objek Wisata Pantai Kartini sudah lolos uji teknis sehingga aman bagi para pengunjung, Senin (28/4). (54)
SM/Budi Cahyono

Sumber info: Suara Merdeka, 28 April 2008

Dibuka, Tiga Warung Baca untuk Publik

KOTA- Badan Perpustakaan, Arsip, dan Data Elektronik (Bapade) Kabupaten Jepara, Senin (28/4), membuka layanan baru kepada publik berupa rumah belajar dan warung baca.
Lokasinya tersebar di tiga titik, masing-masing di tempat wisata Pantai Kartini, sudut Alun-alun, dan rumah belajar di kantor perpustakaan daerah, Jl HOS Cokroaminoto No 10.
Layanan itu merupakan bentuk pengembangan pelayanan perpustakaan untuk memacu minat baca di kalangan masyarakat yang semakin tinggi. Selama ini masyarakat hanya mendapatkan pelayanan dari perpustakaan keliling dan perpustakaan umum. Keunggulan dari layanan ini, di antaranya dilengkapi sarana permainan anak dan koleksi buku-buku terbaru.
''Sarana penunjang ini akan bisa memacu masyarakat agar lebih gemar membaca buku sejak usia dini,'' kata Kepala Bapade, Drs Sutarto MM, kemarin.
Ia menambahkan, masyarakat Jepara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dalam kunjungan ke perpustakaan. Hal itu dinilai, tingkat kepedulian masyarakat dalam mengakses informasi dan kecintaan terhadap buku semakin baik. "Kami melihat, minat baca masyarakat sudah lebih baik, sehingga perlu mendapat apresiasi, dengan menyediakan sarana baru berupa pengembangan ruang baca," lanjutnya.
Dipilihnya lokasi warung baca di tempat wisata, diharapkan menambah nilai plus. Sambil berwisata, mereka juga dapat menikmati layanan buku yang diberikan petugas perpustakaan. Masyarakat dapat membaca buku di kawasan pantai secara gratis mulai pukul 08.00 - 17.00.
Guna mendukung kenyamanan pengunjung, juga disediakan tempat baca yang nyaman. Bentuknya berupa lokasi terbuka dan tidak disekat dalam ruangan seperti yang selama ini terdapat di Perpustakaan Umum. Masyarakat semakin rileks dan dapat menciptakan sensasi baru dalam kegiatan membaca.
Suroto, salah seorang pustakawan yang bertugas di warung baca mengatakan, "Selama ini yang biasa adalah membaca di ruangan. Dengan pengembangan ruang baca akan lebih rileks dan nyaman," aku Suroto di sela-sela melayani pengunjung.
Sri Hartini, kepala Bidang Perpustakaan Bapade menambahkan, layanan yang diberikan di rumah belajar antara lain, layanan membaca, bermain untuk anak, bercerita kepada anak, pemutaran film edukatif bagi anak dan pelatihan atau kursus-kursus yang akan diawali pada tahun ajaran 2008/2009. (H15-76)

Sumber info: Suaraa Merdeka, Selasa, 29 April 2008

Kamis, April 24, 2008

Tragedi Chernobyl Dikenang Warga Balong

JEPARA - Ribuan warga Desa Balong, Kecamatan Kembang, Jumat (25/4) malam ini akan mengenang tragedi meledaknya PLTN Chernobyl, Ukraina pada 26 April 1986.
Mereka akan menyulut paling tidak seribu lilin di kawasan Simpang Lima, dekat hutan karet desa itu, mulai pukul 19:00. Peringatan tragedi 22 tahun silam itu, dimaksudkan mengingatkan publik, tentang bahaya PLTN. Apalagi, Desa Balong disebut-sebut sebagai salah satu calon lokasi dalam rencana pembangunan PLTN Muria.
Ardian, Panitia kegiatan, Kamis (24/4) mengatakan, selain ribuan warga, kegiatan tersebut juga akan mendatangkan Habib Ahmad dari Tayu, untuk memberikan ceramah kepada masyarakat. Pentas teater yang melibatkan warga dan mahasiswa juga akan digelar. Tema teater tersebut adalah ''Penyesalan''.
Mereka telah berlatih dalam beberapa hari terakhir. ''Penyesalan mengisahkan perasaan para pengambil kebijakan, termasuk warga yang menjual tanahnya untuk pembangunan reaktor PLTN, yang kemudian meledak dan memberikan dampak buruk bagi kehidupan,'' tutur Ardian berkisah tentang penggalan kisah teater itu.

Tercemar Limbah
Tragedi Chernobyl, selama ini menjadi salah satu alasan masyarakat mengapa menolak rencana pembangunan PLTN. Taeko Kansha, perem[puan asal Jepang, pernah menulis rencana PLTN (dia menyebutnya ''genpatsu'') di Jepara. Pada Maret 1991, ibu dua anak asal Fukuoka itu -sebagaimana tertuang dalam bukunya, ''Sudahkan Terlambat?'' terbitan Yayasan Obor Indonesia- menuliskan surat panjang tentang bahaya PLTN untuk masyarakat Indonesia.
Pada 1987, tulis Kansha, pagi hari setelah konvensi nasional menyikapi tragedi itu, ada 150 orang demonstran yang turun di jalan di Tokyo.
Jumlah itu jauh lebih sedikit dibanding parade seratus ribu orang di Aoyama Dori pada saat yang sama, ketika mereka melihat Putri Diana dari Inggris yang berkunjung ke Kerajaan Jepang.
Sebagai seorang ibu, Kansha, yang hidup di antara 34 reaktor PLTN di negaranya sangat prihatin. Itu sejak tragedi Chernobyl yang limbah radiasinya sampai ke Jepang. Dia menuliskan, 70 persen pasokan bahan makanan, semacam keju, susu, jagung, dan padi-padian untuk konsumsi masyarakat Jepang adalah hasil impor dari negara-negara Eropa dan pecahan Uni Soviet yang tanah dan airnya tercemar limbah radioaktif. Itu adalah peringatan dari Taeko Kansha untuk masyarakat Indonesia, khususnya Jepara terkait bencana akibat limbah radioaktif dari meledaknya reaktor PLTN. (H15-36)

Sumber info: Suara Merdeka, Jumat, 25 April 2008

Selasa, April 22, 2008

Investasi Baru Karimunjawa 4,5 Juta Dolar AS




JEPARA- Investasi terbaru yang menancap di Karimunjawa Jepara, pada 2007 dan awal 2008 sebesar 4,5 juta dolar AS. Angka itu belum termasuk ivestasi dalam beberapa tahun sebelumnya oleh investor asing dan domestik. Diperkirakan nilainya akan bertambah, jika rencana investasi pada 2008 oleh para investor terkemuka yang masih dalam taraf penjajakan benar-benar terealisasi. Pemerintah perlu memberikan jaminan, agar penanaman modal tersebut berjalan lancar, dengan tidak meninggalkan kepentingan masyarakat setempat.
Demikian diungkapkan Bupati Jepara Hendro Martojo, Selasa (22/4). ''Investasi sebesar 4,5 juta dolar AS itu ditanamkan investor dari Italia dan Inggris,'' ungkap dia, di sela-sela persiapan pembicaraan rencana investasi berikutnya oleh beberapa investor di Karimunjawa, Kamis (24/4) besok.
Dia menjelaskan, angka Rp 4,5 juta dolar AS tersebut masing-masing investasi pengusaha Italia sebesar 2 juta dolar AS di Pulau Menyawakan, serta 2,5 juta dolar AS oleh pengusaha Inggris di Pulau Bengkoang. Perizinan untuk investasi di Pulau Bengkoang tuntas pada 2007 lalu, sedangkan di Menyawakan merupakan lanjutan dari pengembangan Kura-kura Resor oleh investor asal Swedia. ''Untuk pengerjaan proyek investasi di Menyawakan, untuk sementara ini Kura-kura Resor ditutup,'' lanjut Hendro.
Terkait pembicaraan rencana investasi besok, Hendro mengatakan akan dihadiri oleh Gubernur Ali Mufiz. Pembicaraan akan difokuskan pada tiga hal, yakni pengembangan Bandara Dewadaru di Desa Kemujan Kecamatan Karimunjawa, investasi di Pulau Menjangan Besar, serta di Pulau Geleang.
Bandara Dewadaru dinilai sebagai sarana transportasi penting untuk pengembangan pariwisata kelas dunia. Sebab jalur laut, akan membuat calon wisatawan mancanegara berpikir ulang untuk datang, apalagi saat gelombang laut tinggi di musim barat. Dia menyebut investasi untuk bandara akan ada sistem sharing antara pemerintah pusat dan daerah, terutama untuk infrastruktur. Untuk pengelolaan, investasi bandara yang bisa dipegang swasta antara lain pada pengelolaan di bidang sekuritas dan telekomunikasi.
Sementara itu, belum disebut secara terperinci bagaimana untuk pengembangan Menjangan Besar dan Geleang. Grup Bakrie disebut sebagai salah satu investor yang akan ikut dal;am pembicaraan tersebut.
Hendro juga belum memberikan paparan secara jelas bagaimana menyiapkan investasi tersebut agar memiliki efek positif kepada masyarakat. ''Prinsip pengembangan kawasan pariwisata, tidak bisa meningaglkan masyarakat setempat,'' katanya.
Bersamaan dengan kegiatan pembicaraan investasi tersebut, akan dilakukan panen budi daya permata dalam kerang laut di perairan Karimunjawa. Setidaknya ada 10.000 ekor kerang laut yang di dalamnya dibudidayakan permata dan telah siap panen. (H15)


Kepsen foto:
PERMATA: Lima butir permata hasil budidaya dalam kerang laut di perairan Karimunjawa, awal April lalu. Panen raya budi daya permata akan dilakukan Kamis (24/4) besok. SM/Muhammadun Sanomae

Sumber: Suara Merdeka, Rabu, 23 April 2008

Senin, April 21, 2008

Menyangga Tiang yang Mulai Goyah

WACANA


Oleh Hadi Priyanto


SAAT terjadi booming tahun 1998 dan industri kayu olahan menjadi tiang utama penyangga PDRB Jepara dengan share sebesar 30,07 persen, di sebuah media lokal saya membuat tulisan berjudul ‘’Mebel Ukir Pascapenjarahan’’.

Dalam tulisan ini saya mengingatkan: kalau tidak hati-hati, sokoguru perekonomian masyarakat Jepara itu bisa goyah karena kegagalan mengelola industri kayu olahan, termasuk garden furniture. Banyak pengusaha yang kembali menjadi perajin, perajin menjadi tukang, dan tukang menjadi pengangguran. Banyak gudang mebel yang kosong dan jadi sarang kelelawar, termasuk dealer mobil dan motor yang dipenuhi kendaraan tarikan kredit macet.

Beberapa alasan mendasari kekhawatiran saya saat itu, antara lain struktur harga yang keliru, persaingan tidak sehat di antara pengusaha/perajin, posisi tawar perajin lemah, minimnya kemampuan memahami keinginan pasar dan kemampuan dalam persaingan global, serta munculnya China sebagai pesaing baru. Ada persoalan pelik lain, yaitu menipisnya persediaan bahan baku pascapenjarahan di awal reformasi.

Kalau pun analisis saya tidak sepenuhnya benar, saat ini industri kayu olahan Jepara memang sedang tiarap usai mengalami pukulan bertubi-tubi. Share terhadap PDRB pun terus menurun hingga mencapai 27,44 persen (2007). Saat Perhutani memberlakukan surcharge dan deferiansi asal kayu tahun lalu, perajin kayu olahan sudah terpukul.

Surcharge adalah biaya tambahan di luar harga jual dasar (HJD) dan harga penjualan lelang (HPL), seperti surcharge penjualan dan pelayanan, dan surcharge kontrak. Sedangkan deferiansi yang terdiri atas empat tipe adalah pembedaan harga kayu berdasarkan asal kayu.

Belum lagi kenaikan bahan-bahan pendukung, termasuk BBM dan upah tenaga kerja. Padahal persaingan global menyaratkan sebuah produk memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantages), yang indikatornya terlihat dari kualitas dan harga. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan perbankan dirasa kurang familiar untuk penguatan modal para perajin.

Pukulan telak kini kembali dialami industri mebel ukir dan kayu olahan. Bukan karena makin kuatnya China dan Myanmar di pasar internasional, namun justru karena adanya SK Direksi Perum Perhutani No 010/kpts/dir/2008 yang menaikkan HJD kayu bundar jati, kayu bahan perket jati, dan kayu bakar jati yang berlaku efektif 21 Januari lalu dan diaplikasikan 4 Februari 2008.
Kenaikan juga terjadi pada HJD kayu bundar sonokeling, sonobrit, sonokembang, dan mahoni yang juga menjadi bahan baku utama industri kayu Jepara. Kenaikan untuk jati, menurut analisa Himpunan Pedagang Kayu Jepara, mencapai 20 persen lebih. Untuk mahoni sekitar 30-60 persen. Kenaikan ini terkesan dipaksakan, tanpa didahului analisa pasar atas industri perkayuan nasional yang kondisinya tidak menentu ini.

Perusahaan negara ini terlihat ingin memosisikan diri sebagai pundi-pundi uang bagi APBN, namun menjadikan perajin kecil sebagai sapi perahan. Kenaikan ini bagi perajin Jepara seperti kiamat. Meski belum ada data akurat, ditengarai ratusan perajin/pengusaha gulung tikar dan ribuan tenaga kerja menjadi pengangguran. Mereka bukan saja tak mampu membeli kayu yang kian langka dan tak terjangkau, tapi juga menanggung kerugian besar kalau memaksa terus berproduksi.

Saat tiang penyangga perekonomian Jepara mulai goyah, ada banyak PR yang harus dikerjakan bersama, untuk menyangganya. Bukan hanya pemerintah, tetapi juga seluruh stakeholders yang terkait dalam bisnis yang menyerap 70.000 orang lebih tenaga kerja dan tersebar di 159 desa itu.

Regulasi Bahan Baku
Java Teak yang kini dikelola Perum Perhutani merupakan produsen kayu jati yang membuat industri kayu olahan dan mebel ukir Jepara diminati di pasar internasional. Sebagai komponen utama bahan baku, jati menjadi faktor penentu hidup dan mati industri kerajinan ini.

Ada dua pola distribusi sehingga sampai ke para perajin/pengusaha. Pertama, pembelian langsung/kontrak dari Perhutani melalui izin khusus. Biasanya dilakukan perusahaan besar yang banyak menyerap bahan baku. Pola ini tidak menggunakan mekanisme lelang, tetapi langsung ke Perhutani dengan menggunakan HJD.

Kedua, menggunakan mekanisme lelang yang diikuti pedagang besar kayu dengan HPL. Dalam pola kedua, kayu kemudian dijual ke perajin melalui pengecer. Akibatnya mata rantai distribusi makin panjang dan harga yang mesti dibayar perajin pun jauh lebih mahal dari harga lelang. Selisihnya bisa mencapai Rp 1 juta-Rp 2 juta per m3.

Melihat kondisi industri kecil yang makin berat, Perhutani perlu meninjau ulang kenaikan HJD dan pola penjualan. Kenaikan 5-7 persen mungkin cukup realistis untuk kayu jati bundar, sedangkan untuk mahoni dan jenis sono 2-5 persen. Pola penjualan lelang dan kontrak juga perlu dijaga kualitas dan kuantitasnya secara berimbang.

Upaya memangkas jalur distribusi yang panjang dan menjaga ketersediaan bahan baku, melalui pembangunan Terminal Bahan Baku Kayu, patut segera direalisasi. Pembangunan terminal ini realistis, karena pemerintah pusat telah menetapkan Jateng sebagai Pusat Pengembangan Industri Mebel Nasional. Tempat ini sekaligus diharapkan berfungsi sebagai kontrol/pengendali harga dan kualitas kayu, serta menjaga transparansi harga kayu.

Penguatan Sentra/Cluster
Upaya ini bisa dilakukan melalui pembangunan jejaring di tingkat perajin dengan membangun sentra. Pada tingkat lebih luas bisa membentuk cluster. Hal ini penting dilakukan, sebab perajin kecil sering menjadi korban karena tak punya posisi tawar cukup kuat. Bukan saja oleh buyer dan broker yang gentayangan ke desa, tetapi juga oleh pengusaha lokal.

Tak banyak pengusaha yang bersedia memberi uang muka dan membayar tunai barang-barang yang dipesannya ketika sudah jadi. Kadang sampai 1-2 bulan baru dilunasi, ketika barang-barang yang dikerjakan telah dikirim ke luar negeri.

Penguatan sentra/cluster bisa memudahkan pemerintah dalam melakukan pembinaan, sekaligus membuka akses perajin kecil terhadap pasar, modal, teknologi, dan pemanfaatan keuangan publik. Selama ini, pemerintah sudah memberikan bantuan dan berbagai fasilitas kepada lembaga-lembaga profesi di bidang industri perkayuan. Namun manfaatnya tidak dapat dirasakan langsung oleh perajin.

Meski lembaga profesi mendapat fasilitas untuk mengikuti pameran, jarang ada yang mau terbuka kepada perajin berapa harga yang diperoleh dari pembeli dalam pameran yang dibiayai pemerintah. Ke depan, pameran diberikan kepada event organizer (EO) independen yang bertindak sebagai penjamin bagi produk yang ditawarkan.

Penguatan cluster juga dapat menstimulasi inovasi produk melalui eksplorasi produk-produk yang dihasilkan dan pemahaman terhadap keinginan pasar.
Kecenderungan produk yang marketable dapat dilihat di berbagai pameran tingkat dunia, atau perajin Jepara membuat desain sendiri dan menawarkannya ke pasar via pameran.

Upaya menyangga tiang yang mulai goyah memang perlu dilakukan. Kita mungkin terlalu berharap kepada Jepara Trade and Tourism Center (JTTC) yang mengemban empat fungsi: promotion center, design center, klinik HAKI, dan tourism information center. Namun JTTC masih gamang menentukan posisinya. Semoga Jepara kembali bangkit! (32)

—Hadi Priyanto, Kabag Inkom Sekretariat Daerah Kabupaten Jepara

Sumber: Suara Merdeka, 27 Februari 2008

Minggu, April 20, 2008

Sambut Hari Kartini, Perempuan Curhat ke Bupati



JEPARA - Seribuan perempuan dari keluarga besar Nahdlatul Ulama, Minggu kemarin menggelar ''Dakwah Budaya'' untuk menyambut peringatan HUT Ke-129 RA Kartini.
Rangkaian kegiatan dimulai dari gedung NU, peserta berjalan sambil menyanyi dan membaca shalawat gender --yang berisi keluhan kaum perempuan--, orasi di Tugu Kartini, dan diakhiri dialog dengan Bupati dan sejumlah pejabat di Pasar Jepara Satu.
''Orang mulia pasti memuliakan perempuan,'' tandas Ketua PCNU H Nuruddin Amin saat membuka kegiatan di gedung NU Jalan Pemuda Nomor 51 Jepara.
Aksi yang diprakarsai Lembaga Kesejahteraan Keluarga NU (LKKNU), Fatayat NU, dan IPPNU, serta mendapat dukungan kaum lelaki, menurut ketua panitia Deni Fatmi, untuk menyampaikan aspirasi kaum perempuan yang masih terasa dipinggirkan.
''Bukan hanya soal keadilan bagi perempuan, masalah pendidikan juga harus mendapatkan perhatian serius. Jika tidak, selamanya bangsa ini akan terbelakang,'' tegas Deni Fatmi.
Ada dua spanduk yang digelar di sepanjang Jalan Pemuda, Tugu Kartini, Jalan Kartini, Jalan Diponegoro (Pecinan) hingga ke lokasi dialog di lantai dua Pasar Jepara Satu (Ratu).
Sebuah spanduk bertulisakan ''Selamanya tidak akan setara jika perempuan masih dianggap sebagai barang''. Yang lain ''Wujudkan kesetaraan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi perempuan''.

Bukan Demo
Ketua PC Fatayat NU Kabupaten Jepara Imronah Hanani SPd aksi dakwah budaya yang dilaksanakan sehari menjelang peringatan Hari Kartini, bukanlah demo.
''Lebih pas, aksi ini disebut sebagai curhat kaum perempuan kepada Bupati Jepara beserta aparat Pemkab,'' ungkapnya.
Hal pokok yang dikemukakan, persoalan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui koperasi. Untuk menumbuhkan koperasi yang dikelola kaum perempuan agar Pemkab mendukung dengan topangan anggaran dari APBD.
Persoalan lain yang mencolok, semakin mahalnya biaya pendidikan SD/MI, SMP/MTs, walau sudah mendapat topangan dana BOS.
''Bahkan sekarang muncul isu, BOS akan dihilangkan yang dapat memicu sekolah untuk berlomba menaikkan SPP. Padahal, ada BOS saja, SPP tetap tinggi, apalagi jika BOS dihapus,'' tandasnya.
Dengan aspirasi yang telah disampaikan langsung kepada Bupati Drs Hendro Martojo MM, Hanani berharap, Pemkab dapat menyikapi secara bijak. Walau tidak semua aspirasi bisa terkabulkan, paling tidak ada prioritas mendesak yang mendesak ditangani.
Hendro yang didampingi sejumlah pejabat teras mulai kepala dinas/badan hingga kabag di Setda, termasuk Ir Inah Nuroniah MSi, kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan, Pemuda dan Olahraga Setda, menyatakan akan menampung semua aspirasi yang disampaikan.
Pada awal dialog, Hendro memaparkan langkah dan kebijakan Pemkab. Dia juga mengulas perjuangan dan kiprah perempuan Jepara mulai RA Kartini hingga ''kartini-kartini'' Jepara yang yang terjun dalam berbagai bidang. (kar-69)

Sumber: Suara Merdeka, 21 April, 2008

400 Croser Ramaikan VBJA




JEPARA- Sebanyak 400 crosser meramaikan Jepara dalam kegiatan bertajuk "Visit Bumi Jepara Adventure 2008" (VBJA) yang berlangsung start dan finis di Pantai Tirto Samudro atau biasa disebut Bandengan, Minggu (20/4).
Para crosser yang mengendarai motor trail ini datang dari berbagai daerah di Jawa Tengah seperti, Wonosobo, Solo, Blora, Cepu, dan daerah luar Jateng, termasuk tamu undangan dari Bali, Bogor, Bandung, dan Surabaya. Mereka harus bersusah payah menaklukkan medan yang cukup ekstrem yang sudah dirancang oleh panitia.
Untuk tahun ini peserta lebih banyak dibanding tahun sebelumnya. Para penikmat adrenalin ini mendapat sorakan dan tepuk tangan meriah dari penonton yang sebagian besar warga yang dilewati rute tatkala berhasil melewati tantangan, tetapu akan mendapat sorakan hu...hu... saat motor terbalik tak kuasa melewati tanjakan yang terjal. Tidak hanya itu, warga pun terlibat membantu para crosser yang tidak bisa melewati bukit terjal. Dengan alat bantu tali, warga beramai-ramai menarik satu per satu peserta ke tempat yang aman.
"Rute kali ini dibanding tahun lalu memang temasuk ekstrem, tapi lebih ekstrem tahun kemarin, walau treknya hampir sama dengan tahun lalu, yakni lewat sungai, bukit. Yang paling sulit melalui sungai kecil terus didepan sudah ada trek tanjakannnya," ucap Afif (31) croser asal Jepara.

Rute Ekstrem
Selain menyalurkan hobi, para peserta lebih bisa mengakrabkan dengan peserta lainnya. Yang jelas, menurut mereka, selain hobi tersalurkan, juga rasa kebersamaan di antara crosser bisa terjalin. "Ini hanya fun saja. Kalau ekstrem, ini masih kurang ekstrem. Masih banyak jalan aspalnya. Untuk tahun depan lebih banyak trek alamnya, karena merupakan suatu tantangan tersendiri," kata Agus (42) peserta dari Parakan bersama 24 orang yang tergabung dalam Tim Tractor.
Menurut panitia, Samsul Arifin, kegiatan ini tetap rutin diselenggarakan setiap tahun. Jika tahun lalu Jepara selatan dipilih untuk menaklukkan rute ekstrem, tetapi tahun ini Jepara bagian selatan dipilih untuk kegiatan kali ini. "Untuk tahun depan, rencananya akan berlangsung dua hari dengan mengambil rute lereng Muria. Star dari Kudus finis Jepara atau sebaliknya. Kami sudah berkoordinasi dengan Kudus," ungkap Samsul, Minggu (20/4).
Samsul menambahkan, selain untuk petualangan (adventure) kegiatan ini juga untuk memperkenalkan wisata di Kabupaten Jepara dan mengakrabkan komunitas penyuka olahraga adrenalin ini. Walau trek masih terbilang lumayan sulit, tetapi sebagian besar peserta rute yang dilalui terlalu pendek. (J4-36)

Sumber: Suara Merdeka, Senin, 21 April 2008

Jumat, April 18, 2008

Meneruskan Spirit Pembebasan dari Jepara

Sumber: Suara Merdeka, April 2008


TANGGAL 21 April merupakan tanggal yang memiliki makna sangat mendalam bagi kaum wanita. Bagaimana perjuangan RA Kartini untuk menyetarakan gender dengan kaum laki-laki. Sosok bernama RA Kartini sebagai seorang putri bangsa Indonesia adalah pencerah dan kebanggaan bagi bangsa ini. Perjuangan RA Kartini juga tersirat dalam kegiatan perempuan di Kabupaten Jepara. Wartawan Suara Merdeka Budi Cahyono melaporkan dalam beberapa tulisan.


Tulisan 1

Meneruskan Spirit Pembebasan dari Jepara

ADA tiga tokoh perempuan yang mewarnai sejarah kehidupan masyarakat Jepara, yaitu Ratu Shima, Ratu Kalinyamat dan Raden Ajeng (RA) Kartini. Ketiga tokoh ini telah memainkan peran yang sangat penting pada zamannya. Ratu Shima, menurut dua catatan berita China yang ditulis Ch'iu T'ang Shu dan Hsin T'ang Shu pada jaman dinasti T'ang (618-906 M) diberitakan bahwa pada tahun 674 M di Jawa Tengah terdapat kerajaan Holing atau Kalinga (sekarang Kecamatan Keling) yang diperintah Ratu Shima atau Ratu Hsi-mo. Menurut catatan, Ratu Shima memimpin pemerintahannya dengan sangat baik, keras dan adil sehingga tingkat kesejahteraan rakyatnya sangat tinggi. Ia menerapkan hukum yang sangat adil termasuk kepada putera mahkotanya yang ketahuan menginjak pundi-pundi emas yang dipasang di jalan untuk menguji kejujuran rakyatnya. Oleh Ratu Shima putera mahkota tersebut dijatuhi hukuman potong jari-jari kakinya meskipun para menteri telah memohon ampunan atas kesalahan putera mahkota. Kejadian ini menunjukkan bahwa hukum betul-betul ditegakkan dengan baik dan adil hingga ada kepatuhan rakyat dan penguasa terhadap hukum yang berlaku.
Ratu Kalinyamat yang dinobatkan sebagai penguasa Jepara pada 10 April 1549 merupakan tokoh yang anti kolonial. Ia pernah dua kali membantu Kerajaan Malaka untuk menyerang Portugis yang menduduki Malaka. Meskipun kedua serangan ini tidak mampu mengusir Portugis dari Malaka, pengaruhnya terhadap percaturan politik dan perdagangan waktu itu sangat besar. Portugis tidak berani lagi menduduki Pulau Jawa. Karena keberanian Ratu Kalinyamat ini, oleh orang-orang barat ia dijuluki sebagai Rainha de Jepara Senora Pade Rosa de Rica (Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya)
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, Jepara menjadi pusat perdagangan dan Bandar Pelabuhan utama di pantai utara Jawa. Ia juga berhasil memajukan perekonomian rakyat dengan mengembangkan kerajinan ukiran yang merupakan penggabungan antara motif China dengan Majapahit. Bukti ini dapat kita lihat di ornamen Masjid Mantingan, satu komplek dengan makan beliau dan suaminya Sultan Hadlirin. Karena ketokohan ini pula, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara telah mengusulkan kepada Departemen Sosial agar Ratu Kalinyamat diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
RA Kartini barangkali tidak hanya menjadi milik Indonesia tetapi juga dunia. Perjuangan RA Kartini menuntut persamaan derajat antara pria dengan wanita tidak hanya mendobrak kultur feodalis dan paternalistik, tetapi telah mengilhami perempuan-perempuan dunia ketiga dalam melawan diskriminasi terhadap perempuan. RA Kartini "memberontak" atas dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam sebuah tradisi yang mengejawantahkan perempuan pada posisi sub-ordinat bagi laki-laki. Namun karena begitu kokohnya faktor sosial budaya dan feodalisme yang membelenggu RA Kartini, akhirnya ia menjadi korban dari sistem nilai tersebut. Itu disadari betul oleh RA Kartini dalam salah satu suratnya yang mengatakan "Kami akan menggoyahkan gedung feodalisme itu dengan segala tenaga yang ada pada kami. Dan andaikan hanya ada satu potong batu yang jatuh, kami akan menganggap hidup kami tidak akan sia-sia".
Melihat sejarah perjuangan ketiga tokoh tersebut, masyarakat Indonesia khususnya Jepara mempunyai tugas yang sangat berat untuk meneruskan cita-cita dan perjuangan mereka dari berbagai sisi kehidupan. Selain meneruskan perjuangannya, tugas berat tersebut menurut Ketua Komisi C DPRD Jepara, Nurul Aini adalah kewajiban untuk meluruskan pandangan atas tafsir sejarah Ratu Kalinyamat. Sebagaimana diketahui, untuk kepentingan kolonial, penjajah telah menciptakan stigma negatif atas laku tetirah Ratu Kalinyamat yaitu Lukar Busana Sinjang Rambut di Hutan Donorojo. Padahal sejatinya istilah lukar busana sinjang rambut ini memiliki makna simbolik yaitu meninggalkan kesenangan dunia dengan mendekatkan diri kepada sang pencipta. Bukan dalam arti menjalankan laku bugil dengan rambut terurai.
Terkait dengan upaya meneruskan perjuangan ketiga tokoh tersebut, pada tataran sekarang ini diakui Nurul Aini, bahwa perempuan di Jepara sudah menunjukkan peran yang sangat stategis di berbagai sektor pembangunan, namun harus diakui pula bahwa masih banyak terdapat kekuranggannya. Sebagai contoh, implementasi ketentuan keterwakilan perempuan dalam parlemen yang menyaratkan minimal 30 persen belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh perempuan di Jepara. Terbukti dari 45 anggota DPRD Jepara, hanya ada 5 orang perempuan yang menjadi anggota DPRD.
Oleh karena itu ia berharap kepada perempuan di Jepara untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Caranya perempuan harus proaktif memanfaatkan peluang yang ada dan meningkatkankan keterlibatannya dalam partai politik. "Peluang sudah dibuka pemerintah, tinggal bagaimana perempuan mampu menjemput peluang tersebut", katanya.
Senada dengan Nurul Aini, anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Jepara, Dra Hj Cholilah Mawardi memandang ketentuan keterwakilan perempuan sebesar 30% di parleman merupakan sebuah kemajuan dalam pengarusutamaan gender.Tetapi menurutnya, sebagai hal baru ketentuan ini belum dapat diimplementasikan sepenuhnya di lapangan mengingat perempuan masih memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia (SDM). Untuk itu ia berharap agar partai politik terus melakukan pembinaan dan pendidikan kepada kader-kader perempuannya agar siap menerima estafet tersebut.
Menurut Ketua Forum Kajian Jender (FKJ) PMII Cabang Jepara, Ismawati, tugas berat yang diemban Jepara dalam meneruskan perjuangan tiga tokoh tersebut harus diawali dengan membangun kesetaraan gender. Diakuinya bahwa kesetaraan gender sekarang ini sudah dirasakan di berbagai sektor utamanya sector public. Namun untuk ranah domestik di rumah tangga menurutnya masih memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Demikian halnya dalan hal keterwakilan perempuan sebesar 30% juga diakuinya berangsur-angsur menunjukkan suatu kemajuan, hanya belum semua partai politik di Jepara mampu mengimplementasikan kebijakan ini. Bahkan menurutnya ada salah satu partai politik yang belum memiliki keinginan mengimplementasikan ketentuan ini dalam waktu dekat.
Partisipasi perempuan di sektor informal juga dipandang Suryani (28), seorang staf perusahan furnitur juga semakin baik. Dalam hal pekerjaan, penerapan pengupahan dan jam kerja serta hak-hak pekerja lainnya tidak ada diskriminasi antara laki-laki dengan perempuan. Menurut perempuan yang berasal dari Medan tersebut berbagai hak pekerja kadang kala tidak diberikan secara maksimal sesuai ketentuan ketenagakerjaan lebih karena kondisi perusahaan yang akhir-akhir ini membaik. Misalnya, hak cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid, dan jamsostek yang sekarang ini semakin dikurangi oleh sebagian perusahaan. Tetapi menurutnya ini bersifat kasuistis.
Proses Panjang
Terkait dengan upaya meneruskan sejarah perjuangan tiga tokoh tersebut, menurut Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan, Pemuda dan Olahraga Setda Jepara, Ina Nuroriyah, MSi merupakan sebuah proses yang panjang. Sebagaimana perjuangan RA Kartini sampai kemajuan yang diperoleh hasil seperti sekarang ini adalah memerlukan proses menuju ke lebih baik.
Sebagai contoh dalam hal keterlibatan perempuan di birokrasi di Jepara, dahulu hampir semua jabatan penting dipegang lelaki. Namun seiring dengan kemajuan dan peningkatan kualitas sumber daya perempuan, sekarang di Jepara jabatan-jabatan penting sudah banyak di pegang oleh perempuan. Contohnya, ada 20 perempuan yang menduduki jabatan eselon III di Pemkab Jepara, 125 kepala sekolah perempuan, 8 kepala desa dan lain-lain. Ia optimis, ke depan banyak perempuan Jepara yang berhasil menduduki jabatan-jabatan penting baik di birokrasi maupun di bidang politik.
Namun, menurut Ina, berbagai kemajuan yang berhasil diraih perempuan Jepara bukan merupakan tujuan akhir. Ia merupakn hasil sebuah proses. Yang lebih penting menurutnya adalah terus menjaga dan melestarikan semangat dan spirit perjuangan ketiga tokoh tersebut. Tanpa semangat itu, kita akan selalu tertinggal oleh kemajuan zaman. Dan bukti untukmengharumkan nama RA Kartini, tempat-tempat strategis diberi nama Kartini, seprti Museum RA Kartini, Stadion Gelora Bumi Kartini, RSUD Kartini, majalah, radio, dan obyek wisata Pantai Kartini.


Tulisan 2:

Bupati Jepara :Tingkatkan Spektrum Pewarisan

KELAHIRAN sosok bernama RA Kartini sebagai seorang putri bangsa Indonesia adalah pencerah dan kebanggaan bagi bangsa ini. RA Kartini tidak hanya lahir ke dunia dengan pemikiran dan gagasan perjuangan semata, tetapi diaktualisasikan dalam praktek usaha pengentasan kaum perempuan dari adat istiadat yang membelenggu kemajuan. Bahkan lebih dari itu, Kartini juga berjuang untuk kemajuan masyarakat secara umum, termasuk dalam bidang ekonomi dengan cara "training" kepada para perajin. Dialah yang mengenalkan karya pribumi ke mancanegara. Tak hanya itu RA Kartini juga telah merubah orientasi seni ukir dari hanya untuk seni ke arah industri.
Jarak selama 129 tahun sejak RA Kartini dilahirkan adalah rentang panjang sebuah perjalanan waktu. Rentang waktu ini memungkinkan pewarisan nilai-nilai perjuangannya semakin menipis. Jika pada zamannya Kartini telah hadir dengan pemikiran yang jauh melampaui batas-batas dimensi waktu, maka diperlukan upaya untuk mempertahankan semangat dan nilai perjuangan itu.
"Kapan dan dimanapun, kita harus senantiasa meningkatkan spektrum pewarisan nilai-nilai perjuangan Beliau. Ibarat listrik, kita harus selalu memasang travo baru agar voltasenya selalu sama antara sumber listrik sampai pada titik terjauh," demikian Bupati Jepara Drs Hendro Martojo MM mengibaratkan.
Sampai kapanpun rentang waktu memisahkan RA Kartini dengan generasi berikutnya, bagi Hendro Martojo, semangat RA Kartini tidak boleh menipis. Maka, sebagai pewaris RA Kartini masyarakat diharapkan selalu mengaktualisasikan semangat itu dari sisi apapun. "Entah itu dari peranan dan pemberdayaan perempuan, kelembagaan, ketrampilan, maupun intelektualitas dan kompetensinya," lanjut Hendro.
Pemkab Jepara sendiri, menurutnya, senantiasa memberikan ruang yang memungkinkan perjalanan kiprah perempuan di Jepara ibarat melewati jalan tol. "Jadi tidak ada hambatan sedikit pun. Bahkan kita selalu memotivasi agar kiprah kaum perempuan selalu meningkat," katanya. Dalam penataan struktur organisasi, tugas pokok, dan fungsi di jajaran Pemerintah Kabupaten Jepara terdapat Bagian Pemberdayaan Perempuan, Pemuda, dan Olahraga di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKDP) Sekretariat Daerah. Ini merupakan upaya untuk lebih mengedepankan pelaksanaan program kerja dari sisi perempuan. "Ini kado bagi perempuan Jepara pada peringatan HUT Kartini ke-129," tambah Hendro.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) di Jepara, pemberdayaan perempuan tertuang dalam pelaksanaan program tahunan, diantaranya, peningkatan kepemimpinan wanita; peningkatan pendidikan dan ketrampilan perempuan, perbaikan pangan dan gizi, perlindungan perempuan dan anak, serta peningkatan dan organisasi antara lembaga dan organissi perempuan.
Merunut RPJM tersebut, dalam APBD Kabupaten Jepara tahun 2008 telah diprogramkan sejumlah kegiatan. Kegiatan Pemberdayaan Politik Perempuan, diarahkan untuk mengkader perempuan di bidang politik sehingga diharapkan akan muncul kader politik perempuan baru yang kapabel. Sebagai upaya peningkatan peran publik perempuan di tengah-tengah masyarakat, terdapat kegiatan Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan Gender. Pada akhirnya, ini akan mendukung program pembangunan PemkabJepara yang dilakukan bersama masyarakat dengan perimbangan gender.
Sejumlah organisasi perempuan juga terus dibantu pemerintah. Berikutnya dilakukan pembinaan masyarakat melalui kerjasama dengan organisasi wanita. Pada tahun yang sama, dilakukan program penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap anak dan perempuan.
"Khusus dalam rangka penanganan KDRT, Jepara telah memiliki rumah aman," ujar bupati yang kemudian melanjutkan, "Lewat anggaran daerah, juga dibentuk tim advokasi dalam pendampingan korban KDRT." Di Jepara, selama tahun 2007 terdapat sekitar 40 kasus KDRT. Sedangkan pada tahun ini sudah ada lima kasus tentang ini.
"Namun segala dorongan itu pada akhirnya kembali ke kaum perempuan sendiri. Mereka mau memanfaatkannya atau tidak," tegas Bupati. Pemberdayaan perempuan dan tidak adanya bias gender dalam sistem yang dibangun di Pemkab Jepara, bisa dilihat dari jenjang karir Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah tersebut. "Intinya, untuk meningkatkan spektrum pewarisan nilai perjuangan RA Kartini, segala perubahan untuk kemajuan perempuan harus selalu kita dorong karena itu memang perlu," imbuhnya.
Meski demikian, Hendro menggariskan, bukan berarti perubahan itu lalu meninggalkan akar budaya dalam kiprah perempuan itu sendiri, baik dari sisi fisik, agama, budaya, kesehatan, maupun adat istiadat.
"Apa mungkin dengan alasan gender lalu perempuan tak mau melahirkan anak." candanya. Bagaimanapun, dalam kemajuan suatu bangsa ada rambu-rambu dan koridor yang harus diperhatikan. "Jangan sampai karena kariernya tinggi lalu meninggalkan keluarga," tandasnya.
"Bagi sebagian bangsa barat, seorang bayi yang baru lahir bisa saja dititipkan pengasuhannya pada orang lain," kata Hendro lagi. Tapi hal itu tentu tak mungkin dilakukan bangsa Indonesia, apalagi jika dikaitkan dengan kepentingan tumbuh kembang anak.
Tak hanya bagi perempuan
Bagi Hendro Martojo, RA Kartini tak hanya berjuang untuk meningkatkan derajat kaum perempuan. "Emansipasi hanyalah sasaran antara untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa bumi putera. Sebab melalui ibu yang cerdas dan berbudi pekerti luhur akan dapat lahir generasi yang lebih baik" kata Hendro Martojo. Karena itu ia memberikan apresiasi dan penghargaan kepada parempuan Jepara yang tak hanya memperhatikan fungsi domestiknya sebagai ibu rumah tangga, tetapi telah ambil bagian dalam pembangunan masyarakat disekitarnya, termasuk kader-kader PKK di pelosok desa yang berjuang tanpa kenal lelah.
Namun ia mengingatkan, hendaknya dalam berafktivitas di ranah publik, perempuan Jepara seharusnya tetap memberikan perhatian yang seimbang di fungsi domestiknya, sebagai ibu rumah tangga. Sebab bisa menjadi tanpa makna keberhasilan di domain publik tanpa diimbangi keberhasilan di domain domestik. Format peran yang berimbang ini menjadi bagian dari perjuangan RA Kartini.


Tulisan 3

Bertumpu Pada Peran Kader

KETIKA terjadi perubahan kekuasaan di negeri ini, upaya pemberdayaan kaum perempuan terutama di tingkat bawah nyaris di tinggalkan. PKK dinilai tidak lagi relevan dalam laju pembangunan bangsa. Padahal jika kita mau jujur PKK dapat berfungsi sebagai agen perubahan serta membantu program-program pemerintah.
Beruntung keadaan ini tidak terjadi di Jepara. PKK yang memiliki basis hingga ke tingkat bawah justru semakin diberdayakan untuk turut aktif dalam pembangunan daerah. Melalui program yang dijabarkan dalam kegiatan 10 program pokok PKK mampu mewujudkan peran aktif perempuan dan upaya pemberdayaan kaum perempuan. Melalui kelompok kerja (pokja-pokja) yang terbentuk perempuan terlibat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga atau masyarakat.
Seperti yang terjadi di Kelurahan Demaan, Kecamatan Jepara misalnya, kelompok dasa wisma yang merupakan kelompok terkecil kader PKK yang terdiri dari 10 rumah tangga menjadi ujung tombak bagi pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD) di wilayah tersebut justru ujung tombaknya berada pada kaum perempuan yang tergabung dalam kelompok dasa wisma yang berperan sebagai juru pemantau jentik.
Menurut Ketua Tim Penggerak PKK Ny Endang Hendro Martojo, program pembangunan yang dijalankan pemerintah sangat berjalan efektif berkat bantuan kader-kader perempuan yang tergabung dalam berbagai organisasi bukan hanya PKK saja. Selain PKK masih ada organisasi wanita yang turut membantu program-program pemerintah, seperti kelompok pengajian, Fatayat, Muslimat, Asyiah, Dharma Wanita, Bhayangkari, dan sebagainya. Namun peran kader PKK memang sangat menonjol.
Kegiatan pelaksanaan 10 program PKK yang dijabarkan dalam pokja-pokja tersebut cukup efektif membantu program pemerintah seperti di bidang kesehatan. "Posyandu balita dan lansia yang saat ini sedang digalakkan pemerintah dalam upaya menuju Indonesia sehat 2010 juga tidak lepas dari peran perempuan melalui PKK " katanya.
Berdasarkan data yang tercatat hingga akhir 2007 setidaknya terdapat 21.950 kader umum dan 17.555 kader khusus dengan jumlah kelompok 1.017 kelompok PKK RW, 4.468 kelompok PKK RT, dan 13.430 kelompok Dasa Wisma.
Kegiatan PKK berpengaruh positif bagi upaya pemberdayaan ekonomi perempuan. Pembekalan keterampilan untuk kader PKK dan perempuan Jepara bertujuan untuk mengangkat derajat kaum wanita agar bisa mandiri dan tidak tergantung suami. Kader PKK dibekali keterampilan-keterampilan yang dapat dikembangkan bersama dengan kelompoknya. "Melalui kelompok mereka mengembangkan potensi yang dimiliki, kebanyakan dibidang kerajinan, seperti membuat kerudung, makanan kecil, dan usaha rumah tangga lainnya melalui usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS). Melalui program ini selain dapat memberdayakan kaum perempuan, mereka yang terlibat dapat pula membantu ekonomi keluarga" papar istri Bupati Hendro Martojo ini.
Upaya lain seperti yang terlihat dalam upaya pemberantasan buta huruf melalui program Keaksaraan Fungsional (KF) di Desa Blingoh, Kecamatan Keling semua penggeraknya adalah kaum perempuan. "Dari perempuan untuk perempuan", ujar Hariati tutor KF Desa Blingoh. Ia bersama kader PKK lainnya hampir setiap sore memberikan pelayanan baca tulis untuk para perempuan buta aksara di desanya. Selain mengajari baca tulis peserta dibekali ketrampilan agar dapat dimanfaatkan untuk membantu ekonomi keluarganya.
Usaha simpan pinjam juga dilakukan kader PKK untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan kaum perempuan. Setidaknya ada yang peduli dengan keberadaan perempuan baik, mereka yang kekurangan modal dapat teratasi melalui program simpan pinjam Tempat Pelayan Koperasi (TPK) wanita. "Dari modal awal Rp 1,5 juta dalam satu tahun berkembang menjadi Rp 5,3 juta," ujar Tinsyiah Ketua TPK wanita yang merupakan kader PKK Desa Ngasem, Kecamatan Batealit.
Sekilas terlihat upaya ini terbukti mampu membantu kesulitan perempuan dalam mengatasi persoalannya sendiri terutama terkait dengan akses mereka yang lemah ke perbankan. Perempuan telah menunjukkan jati dirinya bahwa mereka dapat mandiri dan tak selamanya bergantung suami.
Panti Ketrampilan
Singkat, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan perjalanan hidup RA Kartini. Dua puluh lima tahun terasa belum cukup untuk memaknai sebuah kehidupan seorang RA Kartini. Namun sosok pemikir yang melampui masanya tersebut telah menjadi inspirasi kaum perempuan dalam memberdayakan dirinya.
Memang pemikiran Kartini tentang pengarusutamaan gender diakui Ny Hendro Martojo menjadi inspirasi kaum wanita Jepara untuk terus maju. Sepak terjang serta kiprah RA Kartini dalam mengangkat derajat kaumnya terutama melalui bekal keterampilan yang diberikan menggugah kaum perempuan Jepara untuk melakukan hal yang sama. "Jika RA Kartini berani berbuat, kenapa kita tidak sedang fasilitas dan kesempatan untuk itu sangat terbuka lebar," ujarnya.
Disadari untuk mencapai itu semua tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan kerjasama dan sinergitas terutama dalam mencapai visi pengarusutamaan gender. Untuk itulah maka tak heran jika ia pun menggandeng sejumlah dinas atau instansi di lingkungan Pemkab untuk bersatu memajukan kaum perempuan. Sebanyak 10 instansi daerah telah digandengannya diantaranya Disnakerdukcapil, Dinas Indagkop, dan Dinas P dan K.
Melalui kerjasama yang terbentuk inilah kemudian diwujudkan dalam sebuah pendirian panti keterampilan yang ditujukan bagi para remaja, tak hanya perempuan. Panti yang bergerak dalam bidang keterampilan ini selian membekali life skill juga pembinaan bagi peningkatan kesejahteraan dan ekonomi keluarga. "Semua masyarakat di beri kesempatan terutama perempuan namun tidak menutup kemungkinan kaum laki-laki, gender kan bukan hanya perempuan saja," tegasnya.
Mereka akan dibekali ketrampilan untuk dapat berwirausaha sendiri. Menumbuhkan jiwa entrepreneur menjadi tujuan agar peserta nantinya dapat membuka usaha mandiri. Panti ini diasuh oleh Dra Dian Sekar Tanjung, dimana para peserta tergabung dalam beberapa angkatan. Terdapat beberapa alternatif pilihan bagi para peserta mulai dari keterampilan menjahit, rias wajah, potong rambut, dan rias kecantikan. "Setelah kita dorong mereka kini banyak yang telah membuka usaha sendiri," papar ibu empat anak ini.
Ia pun memaparkan upaya memberdayakan perempuan di Jepara telah mencapai keberhasilan tidak hanya pada kecakapan hidup namun juga pola pikir serta perilaku masyarakatnya. Angka buta huruf di Jepara mengalami penurunan setelah Jepara berhasil meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ke arah peningkatan kelompok belajar usaha (KBU) serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting gizi dan kesehatan keluarga. "Ini semua motor penggeraknya adalah kader-kader wanita, penerus perjuangan RA Kartini," katanya.

Pengembangan Pantai Bondo

Pengembangan Pantai Bondo
Terkendala Status Tanah

Oleh: Budi Cahyono

KABUPATEN Jepara memang dianugerahi deretan pantai berpasir putih. Pantai-pantai ini memang tidak kalah dengan Kuta di Bali. Sebut saja dua pantai yang sudah menjadi ikon Kota Ukir, yakni Pantai Kartini dan Tirto Samudro atau yang lebih dikenal dengan Bandengan.
Keberadaan dua pantai ini sudah dikenal sentero negeri ini, disamping pasir putih, mandi laut, dan yang tidak kalah pentingnya panorama sunset (matahari terbenam). Kalau boleh ditilik lebih rinci lagi, ada beberapa pantai yang berpasir putih berpotensi untuk dikembangkan dan menjadi idola serta ikon baru, salah satunya Pantai Ombak Mati yang terletak kurang lebih 10 km ke arah utara Kota Jepara tepatnya di Desa Bondo, Kecamatan Bangsri.
Pantai Ombak Mati ini sangat cocok untuk wisata keluarga selain nyaman, keindahannya tak kalah di banding Pantai Kartini dan Bandengan. "Menurut rencana, jika disetujui, tahun depan pihak kami akan melakukan pengembangan di Pantai Bondo. Daerah tersebut layak untuk menjadi daerah tujuan wisata dan menjadi ikon baru Jepara," ungkap Kabid Pengembangan dan Pengelolaan Pariwisata Disparta Kabupaten Jepara A Juli Susanto.
Menurutnya, ada kendala yang harus dihadapi oleh Pemkab Jepara saat ini untuk pengembangan tempat tersebut. Yakni status tanah yang ada di sekitar tempat tersebut. Saat ini tanah di bibir pantai itu sudah berstatus kepemilikan oleh masing-masing warga.
"Itulah kendala kami untuk pengembangan wilayah tersebut. Setidaknya membutuhkan dana besar untuk pembebasan tanah di wilayah itu," imbuh Juli.
Setidaknya, dibutuhkan dana Rp 4-5 miliar, itu pun dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan tidak hanya dalam tahun anggaran 2009. Tetapi terus dilakukan hingga sarana dan prasaran betul-betul siap termsauk dengan masyarakatnya. "Kalau masyarakatnya sudah sangat antusias menyambut rencana ini," tandasnya.

Benahi Pengelolaan
Selain menyiapkan segala sesuatunya, Samsul Arifin, wakil ketua Dewan Pariwisata Jepara mengatakan, pembangunan jalan menuju ke arah tersebut memang harus diperhatikan. Saat ini jalan menuju pantai tidak beraspal dan sempit. "Rencana pengembangan ke arah yang lebih baik memang harus didukung besama. Sarana dan prasarana diharapkan bisa lebih baik dari sekarang. Pantai di Jepara tidak kalah dengan Bali, tinggal pengelolaannya saja yang perlu dibenahi," tegasnya.
Dengan demikian, Samsul mengharapkan agar ketiga unsur yang terlibat di dalamnya, Pemkab, pelaku pariwisata, dan masyarakat sendiri bisa berjalan berdampingan demi kemajuan potensi alam dan pengelolaan Pantai Bondo. Yang menjadi catatan terpenting Samsul adalah, warga harus sudah siap menerima kehadiran turis dan budaya mancanegara.
"Kami selaku pelaku wisata siap mendukung Pemkab dan masyarakat untuk pengelolaan Pantai Bondo. Tidak hanya itu saja, pengembangan ke arah wisata diharapkan lebih merata," imbuh Dewan Penasihat PHRI Jepara ini.
Pengembangan wisata di daerah tersebut disambut baik oleh Sulaiman warga dan perangkat Desa Bondo. Dirinya memang sudah mengetahui rencana tersebut, secara garis besar warganya siap membantu program Pemkab.
"Kami senang-senang saja ada pengembangan wilayah Bondo ini.Tetapi pembangunan itu nantinya jangan sampai merusak ekosistem dan sejarah di Desa Bondo," tegasnya. (36)

kepsen:

PANORAMA SUNSET: Panorama sunset (matahari tenggelam) di Pantai Ombak Mati, Desa Bondo, Kecamatan Bangsri tidak kalah dengan Pantai Kartini dan Bandengan. (SM/Budi Cahyono)


Sumber: Suara Merdeka, Sabtu, 19 April 2008